
Tidak cukup hanya dengan deklarasi
kebutuhan buruh terhadap pembangunan partai. Gagasan pembangunan partai harus
dikonkritkan melalui ajang konsolidasi yang demokratis hingga tercapai
kesepakatan mengenai model dan program partai. Tanpa ada ajang konsolidasi yang
demokratis, pembentukan partai akan pincang dan jatuh pada pangkuan kelas
borjuis*.
Partai buruh ini lahir karena ditempa
oleh pengalaman kaum buruh itu sendiri. Pengalaman dari perjuangan yang tak
berujung dari perjungang normatif perburuhan. Pengalaman dari penipuan oleh
partai elit borjuis. Pengalaman atas perkembangan kesadaran politik dari kaum
buruh itu sendiri.
Karl
Marx* mengingatkan kepada kita dalam
karya Brumaire XVIII Louis Bonaparte tentang peran manusia dalam sejarah. Menurut
Marx, "manusia membuat sejarahnya
sendiri, tetapi mereka tidak membuatnya tepat seperti yang mereka sukai; mereka
tidak membuatnya dalam situasi-situasi yang dipilih oleh mereka sendiri,
melainkan dalam situasi-situasi yang langsung dihadapi, ditentukan dan
ditransmisikan dari masa-lalu". Sehingga pembangunan partai tidak
boleh hanya berdasar pada keinginan-keinginan para pimpinan serikat buruh
semata.
Jadi, kenapa buruh harus membutuhkan
partai politiknya sendiri? Tujuan pembentukan partai tentu harus berdasar pada
realitas ekonomi politik dalam masyarakat. Mengapa? Karena cara produksi kehidupan masyarakat akan menentukan
sifat umum dari proses sosial dan politik.
Masyarakat dibawah tatanan kapitalisme,
dimana kelas borjuis yang minoritas telah menyingkirkan kelas buruh sebagai produsen
dari alat produksi sosial. Sementara itu, kelas borjuis membutuhkan alat
kekuasaan politik melalui parlemen, tentara dan Negara untuk mempertahankan
penghisapan terhadap buruh. Seperti yang dikatan oleh Marx, bahwa “badan eksekutif negara modern hanyalah
merupakan sebuah komite untuk mengatur urusan-urusan bersama dari seluruh
borjuasi.” Kemudian, sejak runtuhnya feodalisme hingga sekarang ini
merupakan sebuah era “kediktatoran kelas borjuis.”*
Partai-partai borjouis masih menguasai politik nasional dan politik dunia.
II
Artinya, pembentukan partai buruh
sebagai alat politik adalah untuk mengakhiri kediktatoran kelas borjuis. Tugas
partai buruh adalah sebagai pelopor rakyat dalam merebut kekuasaan dan kemudian
mengadakan pemerintah bagi rakyat dalam arti yang sesungguhnya. Kemudian, partai
buruh yang akan dibentuk haruslah mengambil posisi saling berhadap-hadapan
dengan kelas borjuis. Oleh karena itu, partai buruh memiliki prinsip,
kepribadian dan kebudayaan yang berbeda dengan partai-partai borjuis. Dengan
kata lain partai buruh harus memiliki independensi atau kemandirian kelas.
Maka bagi kaum revolusioner, GBI dengan
kemauan dalam pembangunan partai-nya sendiri (bukan partai elit) mesti
dimajukan perspektif dan gagasan-gagasannya serta turut memastikan bahwa partai
yang akan dibentuk bebas dari anasir-anasir politik reformis. Kaum revolusioner
menggunkan partai ini untuk melawan politik jahat kelas borjuis dan
menggunakannya untuk kepentingan-kepentingan rakyat tertindas. Dan menjaga
kemandirian partai ini adalah tugas dari kaum revolusioner. Oleh karena itu,
tujuan kaum revolusioner saat ini bukan untuk memecah belah GBI.
Kemandirian partai bukan sesuatu yang
turun dari langit, melainkan ia lahir dalam tindakan praxis keseharian partai. Tan Malaka* menyatakan bahwa, “syarat bagi partai ialah syarat dari
tiap-tiap anggotanya. Buruk baiknya partai, cerdas bodohnya partai, rajin
malasnya partai tergantung kepada sifat para anggotanya pula. Kepintaran,
keyakinan dan ketabahan Partai tergantung kepada kepintaran, keyakinan dan
ketabahan seluruhnya anggota Partai pula.” Maka, GBI pertama-tama adalah
universitas revolusioner dan laboraterium bagi kelas buruh dalam menepa
kesadaran dan tindakan politik yang benar.
Kenapa seperti itu? Karena mayoritas
kaum buruh Indonesia terdistorsi oleh fikiran-fikiran mistis dan reformis kaum sosial
demokrat* (sosdem)! Disini kaum revolusioner harus awas terhadap penyakit
sosdem. Pengaruh politik sosdem tersebut telah merubah kerevolusioneran kelas
buruh menjadi reformis. Ide tentang Negara
Kesejahteraan (“Welfare State”)* tumbuh subur dan menginterupsi
perjuangan revolusioner kelas buruh. "Bangkai
berbau busuk" tersebut telah mengubur perjuangan kelas kedasar bumi.
Program politik “Welfare State” tidak akan
pernah membebasakan kaum buruh dari penghisapan para pemilik modal (korporasi).
Mereka akan tetap membiarkan korporasi menjarah kekayaan alam dan
mengeksploitasi buruh selama korporasi memberikan share profit kepada negara. Bagi
“Welfare State”, penentu
dari kesejahteraan rakayat dinilai dari pertumbuhan ekonomi, dimana ekonomi
berkembang dikarenakan adanya investasi. Sementara
bagi kaum revolusioner, investasi mencerminkan penghisapan manusia atas
manusia.
Kebijakan “Welfare State”
ini juga membebankan penarikan pajak kepada rakyat guna
membiayai program kesehatan (BPJS), pendidikan (BOS) dan perumahan rakyat serta
membayar utang luar negeri. Negara seperti ini tidak berbeda seperti “Baron”* di abad
pertengahan sebagai perampok uang rakat guna menghidupi tuan.
Sekali lagi, kaum revolusioner harus berani bertarung
gagasan dengan para "Bangkai
berbau busuk" itu. Dan singkatnya, GBI harus menjadi tempat kursus
politik, pendidikan politik serta pelatihan skill politik kelas buruh agar
kemandirian kelasnya selalu terjaga.
III
Sifat partai yang akan dibentuk haruslah
menjadi pemusatan dan pemersatu bagi kaum buruh. Untuk itu partai harus selalu
bekerja untuk kepentingan buruh agar mendapatkan dukungan seluas-luasnya dari
kalangan buruh Indonesia. Untuk mendapatkan dukungan massa buruh luas, maka kaum
revolusioner dan pimpinan buruh haruslah selalu terlibat bersama dalam dinamika
massa kaum buruh. Bekerja ditengah-tengah massa buruh adalah keharusan dalam
mengkonkritkan gagasan pembangunan paratai buruh. Dari sanalah gagasan
pembagunan partai dapat diserap dan dicerna oleh massa kaum buruh.
Mekanisme Sentralisme Demokrasi* berlaku dalam pembangunan partai buru ini.
Yaitu, pembangunan partai dilakukan oleh kaum buruh dari mulai tingkatan
anggota, dengan melakukan pendidikan politik bersama bahkan dapat diadakan konferensi
politik dari tingkat PUK (Pimpinan Unit Kerja)/ Basis/ PTP (Pengurus Tingkat
Perusahaan), antar PUK/ basis/ PTP serta anatar serikat buruh. Rukun belajar
dan konferensi politik di antara sesama buruh merupakan cermin demokrasi yang
sesungguhnya dan kemudian menyatukan sikap politik bersama dan dikerjakan
secara bersam-sama pula. Selanjutnya dapat kita uji melalui mobilisasi politik
massa aksi kaum buruh.
Inilah yang kita sebut sebagai partai
massa buruh. Partai yang melibatkan massa luas dari kaum buruh. Partai yang
melibatkan aktivitas kaum buruh dalam lapangan politik. Partai yang mewakili
kepentingan kaum buruh.
IV
Dalam lontaran deklarasi oleh GBI, bahwa
kaum buruh sudah lama dibodoh-bodohi oleh elit politik borjuasi yang sedang
berkuasa dan pemerintah tidak bisa diharapkan lagi untuk mensejahteraan
rakayat. Kemudian juga menginsafi keterbatasan dari serikat buruh, maka yang
dibutuhkan gerakan buruh adalah partai politik sendiri.
Memang gagasan tersebut cukup
revolusioner. Akan tetapi, jika hanya “ganas”
diatas kertas saja, maka deklarasi itu
adalah sebuah pekerjaan yang sia-sia! Oleh karena itu, deklarasi tersebut harus
diaktualisasikan dalam tindakan konkrit. Untuk membimbing tindakan dari partai
massa yang akan dibangun adalah sebuah Platform dan program!
Platform disini memiliki arti sebuah prinsip utuh dari partai
buruh yang akan dibentuk. Dari pengalaman historis, bahwa sumber dari
penderitaan kaum buruh adalah sistem kapitalisme. Maka secara terang-terangan
bahwa partai yang akan dibentuk adalah partai yang anti terhadap sistem kapitalisme.
Kemudian, partai ini akan dibentuk untuk memperjuangkan kepentingan massa
buruh yang jelas-jelas bertentangan dengan partai-partai borjuis. Maka
sesungguhnya partai buruh telah memberi garis
demarkasi yang jelas terhadap elit dan partai borjuis. Artinya, partai yang akan dibentuk menolak bekerjasama
dengan partai politik borjuasi.
Guna terus membesarkan kekuatan politik berlawan terhadap pemerintahan
borjuis ini, maka partai buruh harus mencari sekutu berjuang yaitu dengan kaum
tani, nelayan, kaum miskin kota serta pelajar dan mahasiswa progresif.
Hanya dengan persekutuan ini, dengan kepemimpinan partai buruh perjuangan akan
semakin mendekati kemenangan!
Selanjutnya, pendirian partai ini, mau tidak mau bertujuan merebut
kekuasaan kelas borjuasi dan membangun pemerintahan rakyat dalam
arti yang sesungguhnya. Kelas buruh berkuasa dengan beraliansi dengan sekutu
tertindas lainnya.
Kemudian partai buruh ini dalam aktivitas politiknya berdasar pada
programatik. Sekurang-kurangnya program yang dimiliki oleh partai buruh yang
akan dibentuk oleh GBI (Jika terjadi konferensi politik dari tingkatan massa
buruh, tidak menutup kemungkinan ada penambahan-penambahan program politik yang
lebih revolusioner) meliputi:
- Menghapus Regulusi Pro Kapitalis dan Buat Regulasi Pro Terhadap Rakyat
- Nasionalisasi Asset-Aset Sterategis
- Bangun Industrialisasi Nasional yang Kuat dan Mandiri
- Reforma Agraria Sejati
- Kesehatan, Pendidikan dan Perumahan Gratis Berkualitas
Catatan:
Kelas Borjuis: kelas
yang terdiri dari orang-orang yang menguasai alat-alat produksi dan modal.
Karl
Marx: Ia adalah seorang filsuf, pakar ekonomi politik dan teori kemasyarakatan serta pelopor utama gagasan "Sosialisme Ilmiah."
Ia dilahirkan di Trier, Prusia, 5 Mei 1818 - meninggal di London, Inggris, 14 Maret 1883 pada umur 64 tahun. Seluruh
karya pemikirannya didedikasikan kepada pembebasan kaum buruh dari penghisapan
kaum borjuis.
“Kediktatoran
kelas borjuis”: Selama kelas borjuasi
berkuasa secara ekonomi politik, ia akan selalu menjalankan penghisapan terhadap
kelas buruh.
Tan
Malaka: seorang aktivis kemerdekaan
Indonesia, filsuf kiri, pemimpin Partai Komunis Indonesia, pendiri Partai
Murba, dan Pahlawan Nasional Indonesia. Dia lahir di Nagari Pandam Gadang,
Suliki, Sumatera Barat, 2 Juni 1897. Tan Malaka menjadi Pahlawan Kemerdekaan
Nasional Indonesia pada 28 Maret 1963 atas Keppres No. 53 Tahun 1963.
Sosial
Demokrat: Sosial
demokrat merupakan idiologi politik yang menggabungkan sosialisme dengan unsur
– unsur kapitalisme yang di anggap sesuai. Sosial demokrak (sosdem)
berkembang dari gerakan – gerakan buruh di eropa, Tokoh yang dianggap
berpengaruh mengembangkan ide sosial demokrak (sosdem) adalah Eduard
Bernstein.
Negara
Kesejahteraan (“Welfare State”): Konsep Negara dengan penggabungan antara kapitalisme
dan sosialisme.
“Bangkai berbau busuk”: kata-kata Rosa Luxemburg, yang pada tanggal 4
Agustus 1914 menamai Sosial-Demokrasi Jerman.
Baron: Gelar
kaum bangsawan di Eropa sebagai pemilik tanah dan kalangan kerabat
kerajaan.
Sentralisme
Demokrasi: merupakan mekanisme
pengambilan keputusan secara demokratis oleh seluruh anggota dan menjalankan
keputusan secara kolektif serta terpusat dalam aktivitas praxisnya.
Comments
Post a Comment