Skip to main content

Catatan Untuk Pengantar Filsafat Materialisme Dialektika Historis


I
Masalah yang mendasar dari semua sejarah filsafat hingga hari ini ialah masalah mengenai hubungan antara pikiran dan keadaan. Jawaban dari para filsuf telah membagi mereka kedalam dua kubu yang tak terdamaikan, yaitu idealisme dan materialisme. Dalam makna filosofis, idealisme memiliki pandangan bahwa dunia ini hanyalah cerminan dari ide, pikiran, dan roh. Sementara itu, materialisme kebalikan dari idealisme, bahwa dunia material adalah satu-satunya dunia yang nyata.
Materialisme itu sendiri merupakan konsepsi filsafat marxis –yang lengkap dan ilmiah dalam mempelajari struktur masyarakat. Filsafat materialisme juga sebagai senjata bagi kelas buruh untuk melepaskan diri dari rantai penindasan.Namun materialisme sebelum datangnya Karl Marx,merupakan filsafat yang hanya memahami materi sebatas sebagai objek inderawi semata. Marx menunjukan kesalahan materialisme terdahulu dalam “Thesis Of Feuerbach” yakni:
“kekeliruan mendasar dari materialisme yang ada sampai saat ini –termasuk Feuerbach –adalah bahwa benda, realitas, keindrawian, dimengerti dalam bentuk objek atau kontemplasi tetapi tidak sebagai aktivitas indrewi manusia, praktik, (atau dengan kata lain) tidak secara subjektif.”
Kesalahan berikutnya dari Feuerbach adalah memandang aktivitas teoritis merupakan satu-satunya aktivitas murni manusia.Disini, Feuerbach melupakan bahwa aktivitas manusia itu sendiri merupakan sebagai aktivitas objektif, sebuah aktivitas praxis yang akan membuktikan sebuah kebenaran. Marx memeberikan penekanan pada praktik manusia sebagai peranan yang menentukan. Kritik Marx terhadap Feuerbach telah menandakan era baru dari filsafat materialisme –yakni selain dari pada objek material, Marx menegaskan kerja praxis manusia.Jika kita ilustrasikan, filsafat materialisme Feuerbach hanya merenungkan benda-benda misalnya tanah, cangkul, mesin-mesin sementara materialisme Marx hendak menjelaskan bagaimana munculnya petani yang bekerja mengolah tanah lalu digantikan dengan buruh yang menjalankan mesin-mesin hingga muncul perjuangan kelas sebagai aktivitas revolusioner penggerak sejarah.
Dalam karya Thesis of Feuerbach, Marx menemukan konsepsi materialis tentang manusia yang berbeda dengan konsepsi manusia menurut Feurbach. Konsepsi Feuerbach tentang manusia sangat abstrak karena ia meleburkan khakikat manusia dengan khakikat agama sehingga manusia menjadi konsep individu-individu yang terasing. Feurbach juga memisahkan manusia dari kesatuan hubungan sosial dalam sejarahnya. Sedangkan Karl Marx menganalisis manusia sebagai hasil dari hubungan sosial masyarakat dalam kenyataan sejarahnya. Marx menegaskan bahwa sistem sosial masyarakat manusia senantiasa bergerak dan berkembang.
Bagi Feurbach, khakikat manusia adalah rasio dan memiliki kehendak bebas. Sementara tuhan merupakan proyeksi dan agama sebagai alienasi yang membuat manusia kehilangan rasio dan kebebasannya. Oleh karenanya, untuk menuju khakikatnya, manusia harus dari keluar dari belenggu tersebut. Sementara Marx dalam menganalisa bentuk alienasi manusia jauh lebih konkrit dibandingkan Feuerbach. Untuk menjelaskan alienasi (keterasingan) manusia, Marx menulis karya "Economic and Philosophic Manuscript of 1844”; (i) manusia mengami alienasi dari hasil produksi, (ii) manusia mengalami alienasi dari proses produksi, (iii) manusia teralienasi dari dirinya sendiri, (iv) manusia teralienasi dari sosial (masyarakat).
Kemenagan dan kebesaran Marx terhadap filsuf materialisme kuno dan filsuf idealis tertuang dalam ungkapan yang fenomenal yakni "Para ahli filsafat hanya telah menafsirkan dunia, dengan berbagai cara; akan tetapi soalnya ialah mengubahnya". Pernyataan tersebut merupakan esensi dari filsafat Marxisme, tanpa kerja praxis -tidak akan ada perubahan.
Hal tersebut ditegaskan kembali oleh Engels dalam karyanya yang berjudul "Peranan Yang Dimainkan Kerja Dalam Peralihan Dari Kera Ke Manusia". Dalam tulisan tersebut Engels menyatakan:
"Kerja adalah sumber segala kekayaan, demikian dinyatakan oleh para ahli ekonomi-politik. Inilah — di samping alam, yang membekalinya dengan material, yang diubahnya menjadi kekayaan. Tetapi ia secara tidak-terhingga juga lebih daripada ini. Ia adalah kondisi dasar utama bagi semua keberadaan manusia, dan ini hingga batas sedemikian rupa sehingga, dalam arti tertentu mengharuskan kita berkata: kerja itu sendiri yang menciptakan manusia".
II
Kemudian dalam menjalankan filsafat materialisme, Marx mengunakan dialektika sebagai metodenya. Dialektika adalah sebuah cara untuk memikirkan dan mengartikan dunia baik yang mewujud dalam alam maupun dalam masyarakat. Ia adalah sebuah cara untuk melihat alam semesta, yang berangkat dari aksioma bahwa segala hal berada dalam kondisi yang selalu berubah dan mengalir. Tapi bukan hanya itu. Dialektika menjelaskan bahwa perubahan dan pergerakan melibatkan kontradiksi dan hanya dapat terjadi melalui kontradiksi itu.
Dalam karya Das Capital vol. 1, Marx membedakan dengan Hegelmengenai metode dialektika."Metode dialektika saya," tulis Marx, "bukan hanya berbeda dengan Hegel, tapi persis kebalikannya. Bagi Hegel, proses kehidupan dari otak manusia, yaitu proses berpikir, yang di bawah panji "Ide" bahkan diubahnya menjadi satu subjek yang independen, adalah inti hakikat dari dunia nyata, dan dunia nyata hanyalah sekedar bentuk "Ide" yang eksternal dan fenomenal. Bagi saya, sebaliknya, ide bukanlah apa-apa melainkan dunia nyata yang tercermin dalam pikiran manusia, dan diterjemahkan dalam bentuk-bentuk pikiran”.
Filsafat Hegelian sangat bertipe idealistik; ia bertumpu pada kesadaran manusia dan dialektika di alam-fikir, jauh dari realitas. Menurut bahasa Marx dalam "The German Ideology", filsafat model ini “descends from heaven to earth” (turun dari langit ke bumi). Dialektika Hegel berjalan dengan kepala dibawah, bagai orang gila yang tidak menyentuh realitas. Kemudian Marx berpaling pada tesis lain yang menurutnya sangat relevan sebagai alat untuk membongkar realitasdengan dialektika materialisme.
Oleh karena itu, bagi dialektika materialisme, sejarah bukan dibentuk oleh proses dialektika yang bertumpu pada gagasan di alam pikir –sebagaimana kata Hegel— tetapi justru dibentuk oleh proses produksi manusia di alam nyata. Artinya, bukan ide yang berdialektika, namun material-lah yang berdialektika.
Dalamkarya "Dialektika", Engels hendak menjelaskan hukum-hukum dari pada dialektika. Engles mengatakan bahwa,hukum-hukum dialektika diabstraksikan dari sejarah alam dan masyarakat manusia. Karena hukum-hukum itu tidak lain yalah hukum-hukum yang paling umum dari kedua aspek perkembangan historikal, maupun dari pikiran itu sendiri.Dan, sebenarnyalah, hukum-hukum itu pada dasarnya terdapat tiga buah hukum:
1) Hukum perubahan (transformasi) kuantitas menjadi kualitas;
2)Hukum penafsiran mengenai yang berlawanan (opposites);
3) Hukum negasi dari negasi
III
Selanjutnya materialisme historis adalah penerapan atau pengenaan materialisme dialektik ke alam sejarah manusia.Sejarah dalam konteks material tersebut berada dalam sebuah panggung masyarakat yang dinamis. Proses produksi tidak statis, hanya dalam struktur yang tradisional saja, tetapi juga berubah sesuai sumber daya dan pemanfaatan instrument yang ada. Oleh karena itu, sejarah berhubungan dengan struktur masyarakat.
Karena adanya aktivitas-aktivitas tersebut dalam masyarakat, terciptalah “mode of production” sebagai basis dari sejarah. Dalam artian, sejarah menjadi benar-benar dipahami sebagai medan dari proses produksi, hubungan sosial, dan hal-hal lain yang sifatnya nyata di masyarakat.
Pada Kata Pengantar Sebuah Sumbangan Untuk Kritik Terhadap Ekonomi Politik, Marx menyatakan bahwa "keseluruhan hubungan-hubungan produksi ini merupakan ekonomi masyarakat dasar yang nyata, diatas mana timbul struktur-struktur atas (superstructures) hukum dan politik dan dengan mana cocok pula bentuk-bentuk kesadaran sosial tertentu. Cara produksi kehidupan material menentukan sifat umum dari proses-proses sosial, politik, dan spiritual dari kehidupan ." Kemudian Marx melanjutkan bahwa "bukan kesadaran manusialah yang menentukan eksistensinya, melainkan sebaliknya, eksistensi sosialnyalah yang menentukan kesadarannya".
Marx mengingatkan kepada kita dalam karya Brumaire XVIII Louis Bonaparte tentang peran manusia dalam sejarah. Menurut Marx, "manusia membuat sejarahnya sendiri, tetapi mereka tidak membuatnya tepat seperti yang mereka sukai; mereka tidak membuatnya dalam situasi-situasi yang dipilih oleh mereka sendiri, melainkan dalam situasi-situasi yang langsung dihadapi, ditentukan dan ditransmisikan dari masa-lalu". Apa yang dikatakan oleh Marx tersebut merupakan cerminan dari cara pandang yang berlandaskan materialisme historis.
Hingga sampai pada ungkapan Marx yang paling terkenal dalam "Manifesto Komunis"yaitu"sejarah dari semua masyarakatyang ada hingga sekarang ini adalah sejarah perjuangan kelas". Dimana didalam setiap perkembangan masyarakat terjadi konflik-konflik sosial yang berujung pada perjuangan kelas. Marx kemudian menjelaskan fase perkembangan masyarakat dengan hubungan-hubungan produksi sosialnya yang melahirkan antagonis kelas dalam masyarakat yakni antara kaum budak melawan tuan budak, kaum petani dengan tuan tanah, serta pada jaman modern ini dimana buruh berkontradiksi dengan tuan kapitalis.
IV
Kesimpulan dari filsafat Materialisme Dialektika Historis tidak lain adalah filsafat yang diperuntukan bagi kelas buruh untuk meraih kemerdekaannya. Filsafat ini sebagai pelitadalam misteri atas realitasdi jaman perbudakan modern (penghisapan manusia atas manusia) dan membimbing arah perjuangan kelas buruh guna melepaskan diri dari penghisapan sistem kapitalisme.
Tidak sekedar itu, filsafat Materialisme Dialektika Historis lebih jauh lagi telah memberikan dasar bagi kelas buruh untuk membangun sebuah tatanan masyarakat baru yakni dengan penghapusan masyarakat berkelas menuju masyarakat sosialis.

Comments

Popular posts from this blog

Paradigma Pemikiran Ali Syariati

Ali Syariati sebagai intelektual sekaligus ideolog Iran ternyata memiliki banyak paradigma dalam menyusun pemikirannya. Pemikiran Syariati cenderung mengarah eklektisisme, tidak mentah-mentah mengambil pemikiran tanpa melakukan seleksi secara kritis. Selama tinggal di Paris, Ali Syariati bertemu dengan banyak orang yang mempengaruhi persepsinya mengenai kehidupan dan cara pandang dunia: dari militan, filsuf, akademisi, artis, penyair, musisi dan bahkan penjaga toko. Dengan sikap eklektiknya mampu memahami Iman Ali, Imam Hussain, Abu Dzar, Jean Paul Sartre, Frantz Fenon, massignon dan Karl Marx. Oleh karena itu, Syariati sering dikatakan banyak wajah, yang pada gilirannya membuat orang keliru memahaminya. Ali Syariati dalam kepribadiannya memiliki tiga karakter yang berbeda. Pertama, Ali Syariati seorang sosiolog yang tertarik pada dialektika antara teori dan praktik; antara ide dengan kekuatan-kekuatan sosial; antara kesadaran dan eksistensi kemanusiaan. Kedua, Ali Syariati seora...