Skip to main content

MARSINAH: Pejuang Buruh

Masih ingit tentang perjuangan buruh perempuan yang bernama Marsinah. Buruh perempuan asal Nganjuk yang lahir tanggal 10 April 1969, tewas mengenaskan pada tahun 1993 karena berjuang menutut hak upah yang layak?

Marsinah, pada awalnya adalah perempuan biasa layaknya seperti perempuan-perempuan yang lain. Untuk mendapatkan penghasilan, Marsinah menjadi buruh di pabrik Arloji PT. Catur Putra Surya (CPS) di kawasan Rungkut, Surabaya. Tak lama bekerja disitu, Marsinah dmutasikan ke Cabang CPS di Porong, Sidoarjo.

Marsinah dipekerjakan sebagai Operator mesin bagian Injeksi dengan upah Rp. 1.700 dan uang kehadiran Rp. 550 per hari. Tentu penghasilan Marsinah belum mencukupi kebutuhan hidup, Apalagi Marsinah jauh dari kampung halaman yang harus menyisikan upahnya untuk bayar sewa  kontrakan.

Angin segar untuk perbaikan upah, ketika muncul Surat Edaran Gubernur Jawa Timur No. 50 Tahun 1992 yang berisi Imbauan kepada seluruh pengusaha agar menaikan upah pokok sebesar 20%. Kebijakan ini disambut gembira oleh para buruh. 

Bak petir di siang bolong tanpa mendung tanpa hujan, Marsinah dan teman-teman sekerja meradang karena pihak pengusaha tidak mau melaksanakan Imbaun Gubernur. Bagi Marsinah dan kawan-kawan, kenaikan upah adalah hak dan kewajiban pengusaha untuk membayarnya. Perlawanan Marsinah dan kawan-kawan pun dimulai.

Pihak pengusaha membaca rencana pergerakan Marsinah dan kawan-kawan. Untuk menghalangi pergerakan, pengusaha menawarkan kenaikan tunjangan. Tawaran pengusaha ditolak oleh Marsinah dan kawan-kawan. Perlu diketahui bahwa kenaikan tunjangan belum mesti dinikmati buruh, karena jika buruh tidak masuk kerja karena alasan apapun pada waktu tidak akan mendapatkan tunjangan. 

Perundingan atau negoisasi tidak mencapai  kesepakatan. Karena itu, pada tanggal 3 Mei 1993, Marsinah dan buruh PT. CPS melakukan Mogok kerja dengan tuntutan kenaikan upah dari Rp 1.700 menjadi Rp 2.250 per hari.
"Tidak usah kerja. Teman-teman tidak usah masuk. Biar Pak Yudi sendiri yang bekerja," kata Marsinah, sebagaimana tercatat dalam Elegi Penegakan Hukum: Kisah Sum Kuning, Prita, Hingga Janda Pahlawan (2010). Yudi yang dimaksud adalah Direktur PT CPS, Yudi Susanto.

Aksi mogok kerja dilakukan semala 2 hari dan akhirnya pengusaha menyetujui kenaikan upah. Namun, ada gerakan tersembunyi dalam pemogokan itu oleh aparat. Diam-diam pimpinan mogok kerja dipanggil oleh Koramil. Perlu diketahui di zaman Orde Baru, jika ada pergerakan rakyat maka tentara bertindak.

Pada hari mogok pertama, berdasarkan kronologi yang dirangkai Komite Solidaritas Untuk Marsinah (KSUM), Yudo Prakoso, buruh yang dianggap dalang pemogokan, mendapat surat panggilan dari Koramil Porong. Dalam surat bernomor B/1011V/1993 itu, Prakoso diminta datang ke kantor Kodim 0816 Sidoarjo. Surat itu ditandatangani Pasi Intel Kodim Sidoarjo Kapten Sugeng.

Di Kodim Sidoarjo, Prakoso juga diminta untuk mencatat nama-nama buruh yang terlibat dalam perencanaan 12 tuntutan dan aksi mogok kerja.

Esoknya, 12 buruh mendapat surat yang sama. Mereka diminta hadir ke kantor Kodim Sidoarjo, menghadap Pasi Intel Kapten Sugeng. Tapi surat panggilan itu berasal dari kantor Kelurahan Siring yang ditandatangani sekretaris desa bernama Abdul Rozak.

Tiga belas buruh itu dikumpulkan di ruang data Kodim Sidoarjo oleh seorang Perwira Seksi Intel Kodim Kamadi. Tanpa basa-basi, Kamadi meminta Prakoso dan 12 buruh lain mengundurkan diri dari PT CPS. Alasannya, tenaga mereka sudah tak dibutuhkan lagi oleh perusahaan.

Mengetahui kawan-kawannya dipaksa berhenti bekerja, Marsinah memprotes tidakan intiminasi dan kesewenag-kesewenangan Kodim. "Aku akan menuntut Kodim dengan bantuan saudaraku yang ada di Surabaya," kata Marsinah merujuk koleganya yang bekerja di Kejaksaan Surabaya.

6 Mei 1993, sehari setelah para buruh dipanggil ke Kodim, adalah libur nasional untuk memperingati Hari Raya Waisak. Esoknya buruh kembali bekerja, tapi tak ada satupun yang melihat Marsinah. Beberapa rekannya mengira Marsinah pulang kampung ke Nganjuk.

Pada 8 Mei 1993, Marsinah ditemukan sudah tak bernyawa di sebuah gubuk pematang sawah di Desa Jagong, Nganjuk. Siapa Pembunuh marsinah? Siapapun pembunuh Marsinah adalah perwakilan dari kepentingan kelas yang berkuasa yakni kelas kapitalis. Mereka menggunakan segala cara untuk menghancurkan pergerakan buruh.

Comments

Popular posts from this blog

Paradigma Pemikiran Ali Syariati

Ali Syariati sebagai intelektual sekaligus ideolog Iran ternyata memiliki banyak paradigma dalam menyusun pemikirannya. Pemikiran Syariati cenderung mengarah eklektisisme, tidak mentah-mentah mengambil pemikiran tanpa melakukan seleksi secara kritis. Selama tinggal di Paris, Ali Syariati bertemu dengan banyak orang yang mempengaruhi persepsinya mengenai kehidupan dan cara pandang dunia: dari militan, filsuf, akademisi, artis, penyair, musisi dan bahkan penjaga toko. Dengan sikap eklektiknya mampu memahami Iman Ali, Imam Hussain, Abu Dzar, Jean Paul Sartre, Frantz Fenon, massignon dan Karl Marx. Oleh karena itu, Syariati sering dikatakan banyak wajah, yang pada gilirannya membuat orang keliru memahaminya. Ali Syariati dalam kepribadiannya memiliki tiga karakter yang berbeda. Pertama, Ali Syariati seorang sosiolog yang tertarik pada dialektika antara teori dan praktik; antara ide dengan kekuatan-kekuatan sosial; antara kesadaran dan eksistensi kemanusiaan. Kedua, Ali Syariati seora...