Kita ketahui bersama, ramainya issue penggabungan UU melalui meknaisme omnibuslaw untuk kemudahan investasi semakin bergulir dan ramai jadi perbincangan publik. Karena memang pemerintah menargetkan RUU omnibus cipta lapangan kerja harus segera masuk ke DPR untuk bisa disahkan dan ditetapkan.
Semakin terus didesakkan, semakin ramai juga perdebatannya, dan bisa jadi juga akan kembali ramai masyarakat mendatangi istana negara dan gedung DPR RI, tidak terkecuali buruh. Loh..apa kepentingannya buruh memperdebatkan dan meramaikan omnibus law ini?, buruh kan sudah ada UU-nya sendiri UUK 13/2003?. Memulai dari pertanyaan tersebut tulisan ringkas ini coba membahas Omnibus law Cipta lapangan kerja khusus klaster ketenagakerjaan tentang istilah easy hiring dan easy firing.
Dari berbagai kabar berita katanya pemerintah sudah menemukan 82 UU terdiri dari 11 klaster akan di omnibus kan menjadi satu peraturan perundang-undangan yaitu RUU Cipta Lapangan Kerja, salah satu klasternya adalah mengenai ketenagakerjaan. Omnibus tersebut adalah untuk menjawab kebutuhan investasi yang selama ini (katanya) masih banyak hambatan-hambatan berinvestasi, artinya hambatan-hambatan kemudahan berusaha selama ini salah satunya terdapat di UU ketenagakerjaan, sehingga omnibuslaw hadir untuk mencabut pasal-pasal yang menurut investor itu bermasalah.
Easy Hiring dan Easy Firing
Easy hiring kalau diterjemahkan artinya perekrutan mudah atau kemudahan dalam perekrutan. Jika dihubungkan dengan ketenagakerjaan bisa diartikan kemudahan bagi investasi untuk menerima/mengerahkan tenagakerja (buruh/pekerja/karyawan) baik dari dalam negeri maupun pengerahan tenagakerja dari luar negeri. Sedangkan easy firing hubungannya dengan ketenagakerjaan saya coba tafsirkan berarti kemudahan bagi investasi untuk memutuskan hubungan kerja. Jadi prinsip easy hiring dan easy firing ketenagakerjaan adalah kemudahan bagi investasi untuk melakukan penerimaan/pengerahan tenagakerja dan kemudahan untuk memutuskan hubungan kerja.
Prinsip easy hiring, easy firing dalam penyusunan omnibus law klaster ketenagkerjaan merupakan jawaban atas hambatan investasi karenanya menjadi landasan dasar dalam mengatur ketenagakerjaan. Prinsip tersebut bisa bermakna luas menyasar berbagai issue ketenagakerjaan, karena omnibus ini diniatkan, dirancang untuk menarik syahwat para investor maka menjadi semakin jelas easy hiring dan easy firing adalah kemudahan bagi investasi (dalam dan luar negeri) mengakses semua hal yang berkaitan dengan ketenagakearjaan.
Selama ini, merujuk UU 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan jika dikaji secara jujur sesungguhnya bermuatan fleksibility atau sering dikenal dengan sebutan “Fleksibilitas Pasar Tenagakerja” alias luwes bin lentur. Bila ditelusuri dapat ditemukan berbagai pasal-pasal yang mengatur hak-hak normative pekerja yang terlihat lentur, berbeda dengan kewajiban-kewajiban pekerja yang terlihat sangat ketat. Beberapa fakta dari berbagai perselisihan ketenagakerjaan terlihat jelas, misalnya; penggunaan tenagakerja kontrak outsourcing, penggunaan tenagakerja magang, upah berdasarkan rumus bukan berdasarkan kebutuhan riil bahkan masih ada upah di bawah ketentuan minimum, PHK dengan mudah dll. Dengan tingkat kepatuhan penerapan Norma terbilang cukup rendah karenanya tidak ada sanksi tegas dari negara baik berbentuk pidana maupun administratif.
Fleksibility pasar tenagakerja yang diatur dalam UU ketenagakerjaan no 13/2003 tentu diniatkan dan dirancang juga untuk menarik investasi alias memberikan kemudahan berusaha bagi para investor. Terbukti..! bahwa keberadaan UUK 13 tahun 2003 dibanyak tempat ditemukan praktik PHK sepihak marak terjadi, penggunaan tenagakerja magang, penggunaan tenagakerja kontrak dan outsourcing, lingkungan kerja yang buruk sampai pada tutup pabrik sepihak dan seketika situasi tersebut berdampak buruk bagi kehidupan pekerja bersama keluarganya.
Belum lagi beberapa kebijakan diluar itu, seperti tax holiday, tax amnesty, fasilitas keamanan, fasilitas HGU yang cukup lama (95 tahun dan dapat diperbaharui selama 35 tahun), dan lain sebagainya, singkatnya penanaman modal (investasi) mendapatkan perlindungan sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan, lalu kurang mudah dan menarik apa Indonesia ini bagi investasi.
Akan tetapi bagi investor tetap saja memandangnya berbeda, keberadaan UU 13 tahun 2003 masih dipandang memberatkan pengusaha sehingga disimpulkan menjadi hambatan-hambatan investasi karenanya para investor enggan berinvestasi di Indonesia. Kesimpulan ini gayung bersambut dengan berbagai statement pemerintah yang turut membenarkan kesimpulan para pengusaha. Dan atas hal itu pula pemerintah mengkonkritkannya dengan paket-paket kebijakan yang terbaru kebijakan perubahan berbagai regulasi yang diidentifikasi masih sebagai penghambat investasi dengan cara penggabungan berbagai UU atau yang dikenal istilahnya adalah OMNIBUS LAW.
Pemerintah mengungkapkan bahwa Omnibus Law RUU Cipta Lapangan Kerja akan memperbaiki enam aspek ketenagakerjaan yakni upah minimum, outsourcing, pekerja asing, uang pesangon, jam kerja, dan sanksi. RUU ini harapannya bisa rampung diawal tahun 2020.
Ketenagakerjaan dengan prinsip easy hiring dan easy firing sebagai bagian landasan omnibuslaw dengan kenyataan obyektif pekerja kuat dugaannya akan memungkinkan memberikan keuntungan disatu pihak, sebaliknya akan menambah kerugian dari pihak buruh, masyarakat dan negara. Kenapa demikian?.
Pertama; Hubungan kerja dalam suatu perusahaan akan semakin luwes, otomatis status pekerja juga akan semakin luwes, bisa sebagai harian, borongan, magang, kontrak dan bisa jadi hubungan kerja yang bersifat tetap (PKWTT) akan hilang dari kamus ketenagakerjaan. Kesemuanya itu akan semakin tidak memberikan kepastian hukum atas status kerja para pekerja.
Kedua; Ke-luwes-an hubungan kerja akan semakin memberikan kesulitan bagi pekerja untuk merancang rencana-rencana keluarga baik jangka pendek maupun jangka panjang. Karena pekerja akan selalu berada pada posisi terombang-ambing, antara masih tetap dipekerjakan atau akan diputus hubungan alias tidak diperpanjang masa kerjanya.
Ketiga; kemudahan menggunakan dan tidak lagi menggunakan pekerja akan semakin menurunkan posisi tawar pekerja di pasar tenagakerja. Sehingga penentuan upah dan pesangon sebagai harga jual tenagakerja akan semakin dikendalikan oleh pihak perusahaan sebagai pembeli tenagakerja, ditambah lagi dengan semakin meningkatnya angka angkatan kerja yang tidak berbanding lurus dengan meluasnya lapangan kerja. Karenanya buruh/pekerja akan semakin terkomodifikasi.
Keempat; kemudahan menggunakan dan tidak lagi menggunakan pekerja akan memperketat hubungan produksi sehingga buruh/pekerja akan memperdalam keterasingan (alienasi) dirinya kecuali fokus kejar target. Sebaliknya pengetatan hubungan produksi memungkinkan nilai lebih atas hasil kerja para pekerja untuk setiap bulan dan tahunnya semakin terakumulasi ditangan para pemilik perusahaan.
Kelima; Berbagai kerugian yang dialami pekerja Indonesia akan secara otomatis akan mengakibatkan kerugian juga pada masyarakat dan negara, misalnya masalah pajak, pertumbuhan ekonomi, UMKM dan lain sebagainya.
Negara sebagai alat perdamaian kepentingan akan menambah deretan pertentangan kepentingan (disharmonisasi), negara sebagai media kesejahteraan bersama akan mmeungkinkan memperlebar kesenjangan antara segelintir orang konglomerasi dengan ratusan juta rakyat Indonesia. Pada saat itulah kemudahan investasi dengan prinsip easy hiring, easy firing secara perlahan mengikis prinsip negara yang kedaulatannya ditangan rakyat.
Dengan demikian, bila Omnibuslaw RUU Cipta Lapangan Kerja disahkan maka berarti sebagian dari pasal-pasal bermasalah yang (katanya) menghambat investasi akan dicabut alias dibatalkan dan diatur ulang dalam Omnibus.
*penulis; sasak pengurus aktif FPBI
joosss belajar berjuang berkuasa
ReplyDeleteOmnibus Law; Pro Investasi, Anti Rakyat.
ReplyDeleteMantap
ReplyDelete