PKI 1925-1926.
Pada bulan Djanuari 1925 kembali Alimin mendapat kehormatan jang kedua-kalinja untuk menemui Tan Malaka.
Maksud utama mengundjungi Tan Malaka ke Canton bukan hanja untuk menjampaikan hasil-hasil Kongres sadja tetapi jang utamanja pula ijalah untuk melihat Tan Malaka jang sedang menderita sakit djantung jang berat, jang memang sudah membahajakan djiwanja ketika itu.
Dua tahun sebelum kundjungan Alimin-Budisutjitro itu jang kedua ini bukanlah sudah sesuai benar dengan utjapan perpisahan Tan Malaka di Semarang pada 22 Maret 1922 jang diantaranja Tan Malaka menjatakan: “Saja akan segera kembali”.
Bukankah semasa satu tahun jang lampau jakni Djanuari 1924, Alimin Budisutjitro sudah bertemu dengan Tan Malaka di Canton sedang pulangnja Alimin-Budisutjitro ke Indonesia kembali ketika itu sudah dibekali pula dengan dokumentasi penting jang diberi nama: Pidato Sukendar itu.
Maka pertemuan jang kedua-kali di Canton ijalah pada bulan Djanuari 1925 jang baru sadja berantara tiga tahun kalau dihitung dari waktu Tan Malaka mengeluarkan pernjataannja di Semarang pada 22 Maret 1922.
Sungguhpun Tan Malaka sudah menderita sakit berat/pajah dan parahnja tetapi dalam ia mendengar/menghadapi berita bahwa Sarekat Rakjat telah dibubarkan itu, Tan Malaka menjatakan penjesalannja jang besar atas pembubaran Sarekat Rakjat, terlebih lagi ketika mendengar seluruh anggota SR jang sudah dibubarkan itu dimasukkan mendjadi anggota PKI, dikatakan kepada Alimin dan Budisutjitro bahwa HB PKI melakukan kesalahan karena memasukkan anggota ormas jang beraneka-ragam jenisnja itu kedalam Partai.
Alimin-Budisutjitro segera kembali ke Indonesia tetapi ternjatalah bahwa HB PKI tetap mendjalankan keputusannja pada Kongres istimewanja di kota Gede Djogjakarta pada bulan December 1924 jakni SR tetap terus dibubarkan dan memasukkannja kedalam PKI sebagai tjalon dan mengikuti khursus PKI selama tiga bulan.
Pada akhir februari 1925, menjusullah Ali Archam masuk penjara Tjipinang dan berkumpul dengan saja, Hogas, Hamid P. Perpatih, dll sehingga kami berdjumlah 9 (Sembilan) orang sebagai korban PKI pertama-tama masuk perdjara Tjipinang.
Berbarang-bareng dengan masuknja Ali Archam ke pendjara Tjipinang masuklah Jaffar Joseph dan Manus Tumbol jang masing-masingnja dapat empat-lima tahun karena kedua kawan-kawan ini dituduh Komunis/masuk PKI Sumatera Barat dan dituduh akan mengadakan pemberontakan militer di Sumatera Barat akhir tahun 1924 jang baru lalu.
Memang kawanua Joseph dan Tumbol ini sudah hubungan dengan saja di Padang Pandjang sedjak akhir tahun 1922, jakni sesudahnja Musa Ali dipindahkan ke Djawa.
Musa Ali berasal dari Maluku sudah hubungan dengan saja sedjak tahun 1922, ijalah ketika Musa Ali baru dipindahkan dari Atjeh dan memang sedjak dari Atjeh sudah mulai mempeladjari, membatja Manifesto Komunis walaupun Musa Ali seorang seldadu infantry kelas satu.
Musa Ali, Joseph dan Tumbol sebagai pimpinan Seldaten Bond di Sumatera Barat jang terdiri dari battalion XV, XVI dan XVII memang sangat giat aktif berpropaganda di kalangnja sendiri untuk mengadakan pemberontakan, menentang undang-undang/peraturan-peraturan baru Hindia-Belanda, jakni militer dan belasting pula.
Sebelumnja saja masuk pendjara pada 2 Agustus 1924 memang Joseph dan Tumbol sudah berulang-ulang menjatakan kepada saja, bahwa mereka jakni battalion XVI dan XVII (Padang Pandjang dan Bukit Tinggi) sudah ingin hendak memberontak sadja.
Pertama-tama kali saja menahan dan menjabarkan mereka, ijalah dengan alasan supaja battalion XV di Padang dibikin kompak dulu, dan selandjutnja seldaton bond jang berada di Tjimahi menjetudjui dan mengikuti pula bersama-sama.
Tetapi antara sebulan saja berada dalam pendjara, maka Joseph dan Tumbol dengan sebelas orang kawannja di Padang ditangkap dan dituduh akan mengadakan pemberontakan bersama-sama kaum Komunis, katanja.
Kedjadian penangkapan ini, ijalah sesudahnja Joseph/Tumbol bersama seorang kawannja mengadakan pertemuan di rumahnja saudara K.A. Wahab padahal kawan ini adalah lawan/musuh dalam selimut, jakni seorang reserse dari wedana PID Sutan Pazia di Padang, jang sudah lama mentjari-tjari djalan untuk menangkap K.A. Wahab, Magas Madjid sebagai ketua VSTP dan Seksi PKI Sumatera Barat.
Kawan tertuta, masinis klas I, Karto Wihardjo Abdul Wahab, segera ditangkap/diadili dan dapat satu tahun pendjara dan saudara Magas Madjid diberi dua tahun, Joseph lima tahun, Tumbol empat tahun dan langsung dikirim ke Tjipinang, sedang Joseph/Tumbol terus dimasukkan ke blok B, blok politik dalam pendjara Tjipinang, karena Joseph/Tumbol pun sudah dituduhnja masuk PKI.
Maka dalam pertemuan kami Sembilan orang ini, langsung sesudahnja Ali Archam masih di Tjipinang, kami dengan segera memperdebatkan: Soal pembubaran Sarekat Rakjat.
Semuanya kawan-kawan dari Seksi PKI Sumatera Barat menjerahkan kepada saja, soal-soal sekitar pembubaran Sarekat Rakjat, jakni sajalah jang berhadapan, bertentangan, berdebat terus-menerus dengan Ali Archam.
Sebagai kata pembuka/diskusi perdebatan dari Ali Arham memadjukan pertanjaan kepada saja, ijalah begini: “Bagaimana pendapat bung Djam (Ali Archam dan kawan-kawan HB memanggil saja bung Djam), kalau Serikat Rakjat kita bubarkan sadja dan dengan setjara pelan-pelan/berangsur-angsung semuanja anggota SR dimasukkan PKI?”
Saja menjambut, ijalah ringkasnja begini: “Menurut kesana saja dan pendapat saja sesudah membatja keterangan-keterangan Paul Demor/Presiden Perantjis dalam bukunja jang sudah diterdjemahkan dalam bahasa Arab, ijalah Al Banir, maka Paul Demor berkata: “Tidaklah sembarang-sembarang orang sadja mendjadi Komunis”.
Pendapat dan kesan dihati saja lebih mendalam lagi, jakni memperkuat keterangan Paul Demor tadi, ijalah sesudahnja saja membatja/mempeladjari Manifesto Komunis jang diterbitkan/disiarkan luas oleh PKI sedjak tahun 1920.
Memang alas pintu gerbang untuk mendjadi anggota PKI terbuka lebar, seksi PKI Sumatera Barat tidaklah hanja 11 orang sadja anggotanja, walaupun sudah tiga tahun lebih adanja seksi PKI Sumatera Barat.
Saja kira anggota SR Sumatera Barat jang sudah berdjumlah 40,000/empat puluh ribu lebih sampai bulan Djuni 1924 mereka akan bersedia, mau sadja dimasukkan PKI semuanja.
Malah-malah para pemuda dari anggota Pesantren Sumatera Thawalib Padang Pandjang, seperti H. Mohammad Noor Ibrahim, Saleh Djafar, Baharuddin Saleh, Arif Fadillah, dll jang sudah tiga tahun mereka meninggalkan peladjarannja, mengikuti propaganda Sarekat Rakjat dan mendjadi pemimpin Sarekat Rakjat, toh mereka semua belum saja serahi formulir minta djadi anggota PKI, walaupun mereka sudah berpuluh kali mendesak/meminta saja supaja diberi keanggotaan PKI.
Tempat mereka itu adalah dalam Sarekat Rakjat, karena memang sudah njata djelas bahwa Rakjat itu ada 1001 matjam, sifat, tjorak, latar belakang social.
Apalagi Rakjat di Sumatera seperti jang saja saksikan sendiri dari hari-kehari, Rakjat melarat, jakni: Tani melarat, ataukah Proletar tulen jang hanja mempunjai otak dan tulang delapan kerat sadja hampir boleh dikatakan tidak ada.
Apalagi mentjari Proletar tulen jang berasal dari kandungan Kapitalisme, belum ada sama sekali di Sumatera Barat walaupun mulai terdengar dan mulai ada Proletar di tambang minjak/Sumatera Utara dan BPM/Pladju-Palembang.
Apalagi saja sudah jakin pula sedjarahnja bangsa Kijai-Kijai/Ulama-ulama pemberontak jang anti kafirin Belanda itu, sampai pula jakin mereka itu sudah pasti akan memberontak/memerangi Belanda, karena golongan fanatic agama ini sudah sama-sama kita lihat/batja dalam sedjarah, mereka bersedia berkorban untuk mati sjahid/perang sabil, karena mereka beranggep mati sjahid, pasti masuk sorga.
Kita kaum Komunis bukanlah sudah mendapat peladjaran banjak dan sedjarah-sedjarah perang sabil jang dipimpin oleh Imam Bondjol, Diponogoro, Teuku Umar, Perang Sabil di Kamang 1908, Bone 1912 di Pontianak, Djambi, Banten, dll
Perdebatan saja dengan Ali Archam sering ditutup/dihabisi dengan menjanji Internasionale mars, Rchtefame, Enam djam kerdja, dll jakni sampai Ali Archam keluar dari pendjara Tjipinang pada bulan Djuni 1925, sama sekali tidak ada pernjataan jang tegas dari Ali Archam apakah ia tetap setudju pada pembubaran Sarekat Rakjat, ataukah tak setudju?
Hanja sadja Ali Archam membisikkan berulang-ulang kepada saja, supaja sesewaktu bung Djam dikeluarkan di dikirim kembali ke Padang Pandjang Sumatera Barat untuk menghadapi empat-persdelict lagi, maka bung Djam mesti usaha lari karena tenaga bung Djam dibutuhkan sangat untuk Palembang, Sumatera Selatan, katanja.
Sajapun tentu setudju dengan usul Ali Archam dengan mengatakan/mendjawab:
“Saja akan usahakan benar-benar dan supaja saja lebih segera bertindak, saja serahkan semua pakaian saja kepada Ali Archam!”.
Alasannja saja kepada Direktur pendjara Tjipinang Van Sandoor untuk menjerahkan pakaian/kopor saja kepada Ali Archam, ijalah: saja sudah mendapat lima buah persdelict jang pertama-tama sadja sudah mendapat dua tahun pendjara. Dari itu paling sedikit saja akan meringkuk didalam pendjara selama tudjuh/delapan tahun dan atas dasar perhitungan ini, maka saja ingin memberikan pakaian saja pada kawan saja Ali Archam.
Terasa benar bagi kami jang berada didalam kerangkeng blok B Tjipinang, jang terletak disebelahnja Rumah Sakit Pendjara Tjipinang, bahwa gerakan PKI di Djawa Barat chususnja dan Indonesia umumnja sampai pada awal 1925, sudah mentjapai kemadjuan jang sangat pesat sekali, walaupun kami berada dalam empat lima lapis dinding tembok dan rudji besi, karena sekurangnja sekali seminggu tentu kami menerima djuga berita-berita pendek dari luaran, walaupun kerangkeng kami tutup terus-menerus di djaga pula oleh dua tiga orang Belanda totok, jang sangat teliti, keras, tak dapat diadjak berunding sedikit pun.
Tetapi sebagai bukti-bukti jang njata, bahwa PKI madju dengan pesat dan jang selalu menggembirakan kita, bahwa 4-5 lapisan dinding tembok dan rudji besi itu, toh dapat djuga ditembus/diselundupi di golongan-golongan Pegawa-pegawai rendah Rumah Sakit dan Mandor-mandor Indonesia, jakni dengan setjara tjepat/kilat mereka melontarkan bingkisan ketjil jang berisikan guntingan-guntingan Koran, surat, dll.
Pada 2 September 1925, saja dikeluarkan dari pendjara Tjipinang ditempatkan di karangkeng HS Polisi dan dipindah-pindah antara beberapa Seksi Polisi I, II, III, IV dan pada tanggal 7 September 1925, saja dikembalikan lagi ke Hoofd Biro Polisi dan terus pada hari itu djuga dikirim ke Seksi Polisi Tanjung Priok dengan diantar oleh lima orang polisi Opsiner, ijalah untuk dinaikkan kekapal kembali ke Padang Pandjang Sumatera Barat untuk menghadapi empat buah pers-delict lagi.
Ketika saja berada di Seksi I, II, III dan IV itu memang saja selalu usahakan melarikan diri, tetapi tak berhasil sama sekali.
Setibanja di Seksi Tanjung Priok saja disuruh masuk ke kerangkeng tahanan, tetapi ketika saja melihat mereka sedang enak-enak ngobrol, maka saat jang hanja beberapa menit ini, memberikan kesempatan kepada saja untuk melontjat keatas sebuah taxi dan terus ke Hoofd Kwartier PKI Djalan Tanah Tinggi 171.
Kebetulan pula setibanja saja dipintu gerbang kantor HB PKI, maka Sardjono, Budisutjitro, Winanta dan Ali Archam sudah berdiri dan bersedia menantikan kendaraan untuk pulang ke gang Paseban.
Baru sadja taxi berhenti didepan mereka, saja suruh bajar oleh Ali Archam sewa taxi Rp 2 ½ (seringgit) tetapi Ali Archam, Sardjono, Budisutjitro, Winanta terus sadja menumpang taxi saja tadi dan terus kerumahnja Ali Archam di gang Paseban dengan gang Tengah, jang ketika tiu anggota HB PKI/Sardjono, Budisutjitro, Winanta, Ali Archam, alimin, dll semuanja didaerah gang Paseban dan gang Tengah.
Dengan setjara biasa baru sadja antara setengah djam saja selesai makan bersama Zus Kim/Sukimah, istrinja Ali Archam bersama Ali Archam dan Dahlan, maka Visboen dan rombongannja sudah bersiap-siap hendak masuk menjerbu rumahnja Ali Archam.
Dengan setjara biasa pula sajapun buru-buru kebelakang seolah-olah makan angin dan masuk dari belakang ke rumahnja Budisutjitro dan setelahnja Visboen selesai menggeledah rumahnja Ali Archam, maka sajapun segera kembali ke rumahnja Ali Archam.
Setiap harinja mendesak HB PKI supaja saja segera berangkat ke Palembang/Sumatera Selatan seperti jang sudah dikatakan Ali Archam, ketika dalam kerangkeng Tjipinang tetapi HB PKI mendjawab, nantilah dulu!
Sementara itu saja banjak menulis dalam harian “API” di Semarang, jang dipimpin oleh saudara Subakat, dan dalam harian “NJALA” di Djakarta dalam pimpinan saudara Osman Sutan Keadilan/Osaka, jang sudah menghadapi beberapa randjau delict/pers-delict pula.
Beberapa artikel Osman jang bersabda Sutan Keadilan sudah kena dua randjau delict, sedang beberapa artikel dari saja, jang bertanda: Sutan Persamaan, sudah tiga buah pula jang diproses verbal/kena randjau delict, jang semuanja ini adalah dipikul Osaka, karena Osaka lah jang sebagai Veraatwaardelijk/Penanggung djawab harian Njala dimuka Hakim/medja hidjau.
Selama empat bulan, jakni dari 7 September 1925, sampai 27 December 1925, saja sering mondar-mandir antara Djakarta-Bandung ijalah untuk mengelakkan kedjaran Visboen/PID terus-menerus, sehingga saja sudah sering pula terkepung dan njaris-njaris tertangkap di Djatinegara, Sawah Besar, Tanah Abang, Djembatan Lima, dll. Begitulah pula selama saja berada di Bandung, Tjimahi, Tjiandjur, Sukabumi, dll, beberapa kali sudah njaris tertangkap, tetapi semuanja itu dapat saja hindari dengan mudah sadja, ijalah disebabkan pengaruh PKI sudah boleh dikatakan merata-meluas sekali, ditempat-tempat saja berada ketika itu.
Pada akhir September 1925, datanglah Tuan Hadji Sumin dari Padang sengadja untuk mengantar uang kepada saja, walaupun ketika itu, Tuan Hadji Sumin baru sadja kembali dari Djakarta dan barang-barang jang baru dibelinja di Djakarta, belum selesai diterimanja di Padang.
Tuan Hadji Sumin ijalah seorang pedagang Kemango di Padang Pandjang jang selama saja aktif dalam politik di Sumatera Tengah, maka Tuan Hadji Sumin inilah jang selalu memberikan sokongan besar kepada saja pribadi, untuk keuangan perlawanan Kemerdekaan di Sumatera Tengah.
Dengan modal uang sebanjak 300 rupiah dari Hadji Sumin inilah saja bersama Tadjuddin dan Perpatih, selandjutnja usaha dan pertjobaan kami, membuat bom tangan/hand granat di Bandung atas petundjuk/pimpinan seorang kawan Tionghoa, dari Technische Hooge School/THS di Bandung, jang pada 9 Oktober 1925 dan 18 Oktober 1925, saja dan Tadjudin melemparkannja ke rumah residen Bandung, Seksi I Polisi di alun-alun Bandung jang sangat menggegerkan kota Bandung itu.
Pada akhir November 1925, saja bersama Tadjuddin dan Perpatih terpaksalah bersembunji didaerah Kemajoran, Djakarta dan mengurangi hubungan dengan kawan-kawan semua, karena Bandung-Djakarta dan Indonesia umumnja sudah agak genting rupanja karena dimana-mana baik di Sumatera, di Kalimantan, di Djawa, dll sudah banjak tanda-tanda ketika itu bahwa PKI sudah bersiap-siap untuk menghadapi Revolusi Indonesia, jang mungkin meletus sewaktu-waktu.
Pada awal December 1925, bertemulah kembali dengan saudara Sutan Said Ali dirumahnja Sardjono/HB PKI di gang Paseban ijalah dengan maksud terus ke Solo untuk menghadiri Kongres PKI jang dimulai pada 15 December 1925.
Saudara Budisutjitro/Sekjend PKI sudah membisikkan kepada saja berulang-ulang supaja saja lebih berhati-hati dan djanganlah meninggalkan Djakarta lagi, karena saja akan diutus ke Palembang/Sumatera Selatan.
Pada tanggal 13-14 December 1925, berturut-turut Pemerintah Hindia Belanda menjiarkan Undang-Undang larangan rapat bagi PKI, VSTP, Fonds Onderwijs Rakjat/FOR dan International Padvinder Organisasi/IPO, jang sudah bersedia untuk memulai Kongres serentak di kota Solo dari 19-25 December 1925.
Dengan adanja Undang-undang Vergaderverbod jang mendadak ini, maka HB PKI, HB VSTP, FOR dan IPO, rupanja sependapat semuanja, untuk membatalkan Kongres tersebut dan fond resisten jang sudah berkumpul sebanjak 20,000 (dua puluh ribu) untuk mengikuti Kongres jang empat tadi, disuruh bubar dan kembali sadja ke tempat masing-masing sambil menanti instruksi-instruksi jang akan segera menjusul.
Anggota HB PKI ijalah Sardjono, Budisutjitro, Winanta, Alimin, Musso, Ali Archam dan Sutan Said Ali dari Sumatera, ditambah dengan empat orang lainnja dari Solo dan Surabaja, maka berkumpullah semuanja diatas Tjandi Prambanan jang terletak di perbatasan Daerah Istimewa Djogjakarta-Surakarta pada 25 December 1925.
Sardjono sebagai Ketua Umum/Voorzitter HB PKI panggilannja ketika itu, maka dikatakan ijalah setjara pendek: bahwa menurut isi laporan-laporan dan tuntutan-tuntutan dari seluruh Seksi PKI jang berdjumlah tiga puluh seksi, jang sudah meliputi seluruh Indonesia, seluruhnja sudah menjatakan bahwa Rakjat, Buruh, Tani seluruhnja sudah menjatakan bersedia dan sudah mendesak/menuntut supaja HB PKI menentukan tanggal, hari, bulan untuk memulai Revolusi serentak di seluruh Indonesia.
Mendengar pertanjaan Sardjono tersebut, maka Tuan-tuan sebelas, jang merasa berhak penuh untuk menentukan dan memberikan putusan terakhir ini, maka bulat padatlah tuan-tuan sebelas sependapat, jakni menentukan tanggal, hari Revolusi serentak diseluruh Indonesia pada 15 Djuni 1926, jakni berantara enam bulan sebelumnja, atau enam bulan kurang tudjuh hari sesudah Revolusi PKI 1926 itu, ditjetak oleh tuan-tuan sebelas tersebut, diatas Tjandi Prambanan jang bersedjarah itu.
Pada malam 26/27 December 1925, saja sudah dipanggil Budisutjitro kerumahnja di gang Paseban dan menjatakan kepada saja, jang diikuti oleh Said Ali bahwa saja, supaja segera berangkat ke Palembang via Lampung sedang surat mandate, code-code telegram dan surat-menjurat serta uang transport sebanjak Sembilan puluh rupiah sudah tertumpuk diatas mendja.
Kurang lebih selama tiga djam, Budisutjitro membentangkan lah pandjang-lebar keadaan diseluruh Indonesia sudah demikian runtjing, supaja saja dapat pula mempersiapkan segala sesuatunja di Palembang chususnja dan Sumatera Selatan umumnja, untuk bersama-sama menjambut dan mengikuti Revolusi Indonesia, jang mesti dimulai pada 18 Djuni 1926, jakni enam bulan dimuka.
Tetapi sesudahnja Budisutjitro membentangkan demikian pandjang-lebar, maka saja sendiri ketika itu belumlah mempunjai kepertjajaan penuh, akan segala sesuatu jang disampaikan Budisutjitro dan saja meminta dengan sangat, kalau sudah benar-benar mendjadi putusan HB PKI ketentuan jang dibentangkan Budisutjitro tadi, maka saja minta supaja Sardjono, Winanta dan anggota HB PKI jang berada di Djakarta ketika itu supaja semuanja hadir menjampaikan putusan-putusan tersebut kepada saja. Dengan air muka jang agak menjesal, merah padam dan surat-surat jang sudah sedia untuk diserahkan ketangan saja, sambil menjatakan: “Baiklah begitu maunja bung Djam, supaja kembalilah besok malam lagi 27/28 December 1925, supaja sedapat-dapatnja pada 28 December 1925 bung Djam sudah bertolak dari Djakarta.
Pada malam 27/28 December 1925, saja sudah berhadapan dengan Anggota HB PKI di gang Paseban, ijalah jang ada ketika itu hanjalah Said Ali, Winanta, Budisutjitro dan Sardjono, sedang Sardjono sendiri langsung bitjara jang isinja ijalah seperti jang sudah dibentangkan Budisutjitro kemarin djuga.
Setelah selesai keterangan Sardjono, saja hanja bertanja sepatah kata, ijalah begini: “Kalau memang ini sudah putusan Partai, maka menurut saja putusan ini tidak Komunistis, tetapi adalah sabilullahistis, jakni sama djuga dengan perang sabil jang sudah sering terdjadi semendjak Komunistis lahir. Sardjono segera menjahut begini: “memang ini sudah mendjadi putusan Partai dan memang djalan apa sadja musti tunduk kepada putusan ini, jakni berusaha setjepat-tjepatnja dengan djalan apa sadja untuk membentuk Seksi PKI jang ke XXXVIII di Palembang/Sumatera Selatan dan ikut bersiap-siap untuk menjambut/menilai
Revolusi serantak jang akan datang di seluruh Indonesia, pada 18 Djuni 1926 jang akan datang.
Besok harinja tanggal 28 December 1925, saja telah bertolak dari Djakarta menudju ke Pelabuhan Merak di Banten dan terus ke Teluk-Betung Lampung.
Pada permulaan Djanuari 1926 kebetulannja saja berdjumpa dengan/berkenalan dengan satu rombongan wakil Rakjat Tani Kota Agung, jang bermaksud menghadap Gubernur Djendral, untuk meminta penjelesaian tanah perkebunan kopi mereka, jang menurut HVA bahwa tanah itu sudah mendjadi consesi/orfpacht HVA dan akan merampas buah kopi jang sudah memerah tua, jang sudah tinggal memetik sadja.
Pimpinan rombongan itu bernama Abdul Choir, ijalah seorang pemuda jang tjerdas, jang tak djadi melandjutkan sekolah Polisi di Sukabumi, karena diminta oleh Rakjat di kota Agung supaja mendjadi pemimpin Rakjat di kota Agung jang menghadapi perdjuangan hidup atau mati dengan HVA jang sudah berdjalan bertahun-tahun.
Rombongan tentu sadja dengan mudah dapat saja pegang, saja sebarkan, menanti enam bulan lagi, tetapi saja suruh djuga terus ke Djakarta, bukanlah untuk menghadap Gubernur Djendral lagi, tetapi untuk menghadap HB PKI/Sardjono, Budisutjitro, dll.
Tetapi setibanja mereka di Djakarta, tak berdjumpa lagi dengan HB PKI sebab Sardjono, Budisutjitro, Winanta, Alimin, Musso dan Sugono sudah lama bertolak dari Djakarta menudju Singapura diantaranja ada jang via Banten, Lampung, Palembang dan ada pula jang langsung ke Palembang dan dari Palembang baru menumpang kapal ke Singapura.
Djadi Rakjat Tani jang dipimpin Abdul Choir, sedjumlah puluhan ribu lebih di Kota Agung, sudah bersedia untuk ikut berontak atau Revolusi Tjetakan Prambanan.
Pada akhir Djanuari 1926, baharulah saja selesai mengelilingi Lampung dan bersedia ke Tulang Bawang/Manggala, Lampung menantikan kapal untuk masuk ke Palembang.
Tetapi sudah tiga empat hari saja di Manggala, menumpangnja di rumah kawan Mohammad Sahim Pandji Negara (salah seorang anggota PKI Seksi Djakarta), maka sajapun ditangkap, ditahan, diperiksa selama satu hari.
Tentu sadja saja sebagai orang baru dari Djakarta segera cepat diketahui dan di tjurigai, karena sudah beruntun sedjak Djanuari, anggota HB Alimin, Musso, Sugono, dll baru-baru sadja ditangkap dan diperiksa di Manggala dan mereka dibebaskan semua karena mereka dapat menundjukkan dirinja sebagai Mandor-Mandor kontrak sadja.
Saja sendiripun ketika diperiksa hanja mengaku seorang saudagar Batik di Sawah Besar Djakarta, menjatakan akan segera kembali ke Djakarta dan sesudahnja tak dapat berdjumpa dengan salah seorang agent saja di Manggala.
Tetapi setibanja saja di Tanjung Karang Teluk Betung saja terus-menerus di tjari-tjari/dikedjar-kedjar polisi PID dan kebetulan pula didalam saat jang sulit dan dalam kota jang demikian ketjil maka datanglah pada Sang Malaria, sehingga saja menerima sakit pajah/berat selama empat belas hari. Ijalah sebagai akibat serangan Sang Malaria jang pertama-tama kali saja alami.
Pada akhir Februari 1926, saja dapat kembali menjelundup ke Djakarta dalam keadaan sakit, kurus, putjat dan badan sangat letih sedang kawan-kawan HB PKI rupaja sudah berada di Singapura semuanja.
Pada pertengah Djanuari 1926, memang Sardjono, Budisutjitro, Musso, Alimin, sudah berada di Singapura dan djuga saudara Subakat.
Mereka mengutus Alimin ke Manilla, ijalah untuk menjampaikan putusan Prambanan dan meminta bantuan serta pendapat Tan Malaka terhadap Putusan Prambanan 25 December 1925 tersebut!
Comments
Post a Comment