PERTEMUAN PERTAMA KALINJA.
Pada tahun 1913 jakni sebelum Ibrahim Datuk Tan Malaka melandjutkan pelajarannja ke negeri Belanda, saja mengenal Ibrahim Datuk Tan Malaka dilapangan sepak-raga, karena Ibrahim Datuk Tan Malaka sedjak dari mudanja/remadjanja, terkenal sebagai penggemar sepak-raga, sedang saja sendiripun, dari golongan anak-anak/murid sekolah di Padang Pandjang pun, terkenal pula sebagai penggemar pemain sepak bola/football.
Sepulangnja Ibrahim Datuk Tan Malaka dari negeri Belanda terutama sesudahnja ia berada di Semarang pada awal 1921 ikut memimpin PKI maka sajapun langsung mengikuti perdjuangan PKI, walaupun saja tak pernah langsung surat-menjurat dengan Tan Malaka, tetapi hanjalah dengan Sekjend PKI/Budisutjitro dan Mutalib saja.
Ketika karangannja: “PARLEMEN ATAU SOVIET”, jang sedjak tahun 1920, disiarkan berturut-turut jang merupakan seri artikelen dalam Suara Rakjat, maka saja lah jang pertama-tama berlangganan dengan Suara Rakjat diantara pemuda di Sumatera Tengah dan menjalurkan, meluaskan, mempopulerkan nama Tan Malaka baik dikalangan Pemuda Thawalib/mahasiswa ilmu ghaib jang berpusat di Padang Pandjang/Sumatera Barat baikpun di kalangan pemuda dan Rakjat di Sumatera Tengah.
Sesudahnja sekian tahun, sekian lama saja mengikuti djedjak perdjuangan Tan Malaka dari djauh, maka baharulah pertama-tama kalinja saja berhadapan muka dengan dengan Tan Malaka, ijalah pada 28 Djuni 1926 itu di kota Singapura, walaupun dari semulanja saja berpisahan dengan Budisutjitro-Sardjono di pondok Andir pada 23 Djuni 1926, saja tak ingat, tak merasa, tak menjangka sama sekali akan bertemu muka dengan Tan Malaka karena jang bernama Muchtar itu saja hanja menjangka kalau bukan Alimin, tentulah Subakat.
Tepat djam lima petang 28 Djuni 1926, sudah berada didepan saja saudara Subakat/Muchtar kembali, ijalah tempat menurut djandji saja dengan Subakat antara tiga djam sebelumnja, tetapi dibelakang Subakat antara sepuluh meter saja sudah melihat seseorang memakai petji beludru hitam, memakai open djas putih, kain Samarenda merah dan sepatu kuning, jang dari djauh sudah senjum-senjum manis seperti biasanja.
Menurut persangkaan saja tadinja, jakni ketika akan berpisahan dengan Subakat tadi siang, tentulah Subakat akan datang pada petang harinja bersama-sama dengan Alimin ataukah Musso, karena Alimin-Musso dan Subakat lah jang sudah saja ketahui/dengar-dengar di Padang Pandjang sudah duluan lari ke Singapura. Pertemuan kami berada di tepi laut jakni menudju kelapangan hidjau jang membentang pandjang dari depan Raffles Hotel sampai dengan Town Hall Singapura, jang setiap petang sampai djauh malam, penuh dengan manusia penggemar sotong panggang, serbat Benggali, dsb.
Dalam pertemuan kami bertiga jang pertama-tama kali, saja tetap bersesikap sebagai pembela Putusan Prambanan, pembela HB PKI Sardjono, Budisutjitro, dll, dengan menambahkan keterangan-keterangan/pendapat-pendapat saja sendiri bahwa putusan Prambanan itu sudah tepat benar, jakni Revolusi Indonesia, pasti meletus didalam dua tiga bulan atau ditahun 1926 ini djuga dan tak dapat diundur, dirobah, tak dapat ditahan-tahan lagi, walaupun bagaimana djuga merintangi/menghalanginja.
Sesudah djam satu malah maka antara Tan Malaka dan Subakat berbisik-bisik sebentar dan kemudian Subakan menjatakan kepada saja supaja ikut sadja ke tempat penginapan/pondokan mereka di Geylang Serai.
Saja pun mendjawab dan bersedia sadja untuk mengikut kemana sadja mereka akan membawa saja.
Sesudah dua hari dua malam, saja terus-menerus memperkatakan/memperdebatkan, sekitar soal-soal adanja/lahirnja Putusan Prambanan, sekitar semangat Revolusioner jang sudah bergedjolak dimana-mana diseluruh kepulauan Indonesia, dan sesudahnja Tan Malaka-Subakat sudah memperlihatkan gegevens, dan membuka-buka surat-surat/dokumentasi sekitar Putusan Prambanan, dll maka saja bertanjalah kepada Tan Malaka ijalah begini: “Kenapa kita bisa bertemu?”, Tan Malaka tak mendjawab dan memang ia tak dapat mendjawab pertanjaan saja jang demikian walaupun sambil senjum-senjum Tan Malaka nampaknja sedang memikirkan djuga djawaban pertanjaan saja tersebut.
Kawan Subakat memang sudah agak termenung dan kemudian kawan Tan Malaka pun sudah kelihatan pula termenung sedjenak, tetapi dengan air mukanja jang berseri-seri, senang dan gembira nampaknja dan sajapun langsinglah mulai bertjerita/bersedjarah, jakni untuk mendjelaskan djawaban pertanjaan saja diatas tadi ijalah begini: “Kawan Budisutjitro, adalah seorang jang sangat djudjur dan memang tak sia-sialah kalau saudara Tan Malaka mempunjai kepertjajaan penuh kepadanja”.
Address-address diluar-negeri ini, jakni addressnja saudara Muchtar, Hasan Gozali/Tan Malaka dll, memangnja hanja Budisutjitro jang mengetahuinja, jang memegang kuntjinja.
Pada bulan April 1926 jang baru lalu, ketua Seksi PKI Djakarta/Dahlan memang ingin benar hendak bertemu dengan Tan Malaka, ijalah sesudahnja berulang-ulang mendengar bahwa hanjalah Alimin sadja jang selalu diberi tugas untuk menemui/menjampaikan laporan HB PKI kepada Tan Malaka di luar-negeri.
Selainnja itu, memang dikalangan Angkatan Muda semi-intelek/Revolusioner seperti Dahlan, mempunjai keinginan jang besar sekali-sekali untuk dapat bertemu dengan Tan Malaka, sedang keinginan-keinginan jang sangat bergelora ini sama sekali tak mendapat perhatian dari kalangan pimpinan HB PKI ketjuali Ali Archam sendiri.
Djadi golongan Angkatan Muda jang berkapasitiet-berdjiwa-berketjerdasan seperti Dahlan, Sukra, dll ini, hanjalah kepada Ali Archam jang dapat menguasai segala sesuatu persoalan-persoalan, baik politis, prinsipil, baikpun taktis organisatoris, dsb.
Apalagi memang pula Dahlan sendiri sesuai dengan intelektualismenja, ketjerdasan dan djuga pembawaan pribadinja, sangat tjepat, tangkas, dan djitu sekali dalam menjebut, mendjawab, memberikan putusan dalam menghadapi persoalan-persoalan, sangat simpatik, dan sangat besar pengaruhnja terutama dikalangan sendiri jakni Pemuda Semi-Intelek dan terkenal pula: Pandai Pidato! Tetapi pemuda-pemuda jang begini tak mendapat perladenan sama sekali dari HB PKI Sardjono-Budisutjitro-Winanta, dll sehingga Dahlan pada bulan Februari-April jang baru lalu pernah bertualangan sampai dua bulan sampai ke Singapura, Hongkong, Canton dan Shanghai, jang semata-mata tudjuannja hanjalah untuk menemui Tan Malaka, sedang address Hasan Gozali, Muchtar tidak diketahuinja sama sekali, karena memang Budisutjitro tak merasa kepentingannja untuk memberitahukannja address-address tersebut kepada Dahlan.
Saja sendiri jang mempunjai pembawaan: kurang/sedikit bitjara ataukah bukan tukang pidato, bukan tukang teori, maka dengan sendirinja saja hanja berkerja. Bekerdja jakni saja sendiri selalu melihat banjak pekerjaan jang terbengkalai/tak ada jang menanganinja, walaupun saja melihat pla bahwa tenaga pekerdja/tenaga untuk menangani itu banjak sekali ada dimana-mana, tetapi memang sudah mendjadi kebiasaan/tradisionil pula agaknja, bahwa tenaganja kaum semi intelek, kaum terpeladjar itu hanja memilih jang lebih enteng-ringan bagi mereka, ijalah memilih pekerdjaan/bahagian dekat-dekat, diskusi-pidato, jakni kebanjakan main teori-instruksi sadja, dan menghindari sama sekali pekerdjaan jang memang mengeluarkan keringat banjak, jang membutuhkan kekuatan tulang/badan untuk luntang-lantung kesana-kemari menghindari praktek-praktek jang sudah mustinja ditanganinja sendiri, dipraktekannja sendiri.
Dari itu saja sendiri ketika meminta buku-buku: Naar de Republic Indonesia, Gutji Wasiat Kaum Militer, Semangat Muda, karangannja Tan Malaka sama sekali tidak ada terselip keinginan untuk meminta address di Luar Negeri, karena saja merasa sendiri mempunjai kejakinan bahwa pekerdjaan sehari-hari jang perlu dan dapat saja ikut menanganinja; terbengkalai tertumpun disana-sini jang tak sedikit banjaknja.
Djadi 100% jang saja ingini, hanjalah meminta buku-buku itu semata-mata untuk membatjaan kawan-kawan baru, kawan-kawan mud adi Palembang/Sumatera Selatan jang masih muda, masih mentah dalam perdjuangan politik.
Budisutjitro dengan sendirinja sangat memperhatikan permintaan saja ini, sehingga seketika itu djuga, sudah diserahkannja kepada saja setumpuk buku batjaan karena kepada Budisutjitro saja sudah berterus-terang bahwa saja/Sumatera Selatan pastilah tak akan Revolusi, kalau hanja bersama-sama dengan seksi Djawa Barat sadja.
Tegasnja Sumatera Selatan pasti dapat ikut sama-sama, apabila serentak diseluruh Indonesia, seluruh Seksi PKI, jang HB PKI/Sardjono-Budisutjitro-Winanta dan Said Ali sudah menjatakan kepada saja enam bulan jang lalu 26/27 December 1925 jang baru lalu, bahwa 37 (tiga puluh tujuh) seksi PKI sudah siap sedia dan hanja menantikan persiapan-persiapan dan kesiapannja Seksi XXXVIII/Sumatera Selatan jang pembentukan/persiapan-persiapan dan kesiapannja seksi jang ke 38 ini, ditugaskan kepada saja pada enam bulan jang lampau. Saja sudah usulkan tegas/djelas kepada Budisutjitro, supaja diadakan kini-kini djuga Massa-Actie serentak di seluruh Indonesia dan untuk ini Sumatera Selatan tentu/pasti ikut dan sedia.
Budisutjito dengan sendirinja, terpaksalah ia mentjarikan buku-buku sebanjak-banjaknja untuk saja, karena Budisutjitro sudah melihat kenjataan-kenjataan jang sudah saja njatakan terus-terang kepadanja bahwa saja sudah menentang jakni tidak bersedia lagi mentaati instruksi HB PKI enam bulan jang lampau itu, mereka sama sekali menolak permintaan saja untuk membawa buku-buku jang sehat, jang perlu hanjalah agitasi/menghasut Rakjat supaja Rakjat bersedia untuk berontak sedang bahan-bahan agitasi itu sudah tjukup banjak dalam kepala saja katanja.
Dari itu, kalau saja tidak berterus-terang kepada budisutjitro, perubahan sikap saja terhadap Putusan Prambanan njatalah saja tak akan meminta apa-apa kepadanja.
Hanja kebetulan sadja, dalam member permintaan/memenuhi permintaan saja itu, barangkali Budisutjitro sudah terlalu, terlupa ketika itu, dan langsung sadja memberikan address Muchtar di Luar Negeri walaupun saja sama sekali tidak meminta itu address Luar Negeri dan tak merasa ada kepentingan suatu apapun untuk Muchtar di Luar Negeri. Hanja sadja, sesudahnja address itu masuk ke kepala saja dan sudah hapal, maka Budisutjitro berulang-ulang dua tiga kali mengingatkan kepada saja, supaja saja hanja berhubungan/mengirim surat sadja dari Palembang dan djanganlah sampai didatangi sendiri ke Singapura dan berulang-ulang mengingatkan saja supaja saja sendiri sadjalah jang mengetahui address tersebut.
Maka setelah mendengarkan tjerita saja ini, kawan-kawan Subakat, Tan Malaka kelihatannja lebih senang, lebih gembira, sedang buku-buku jang saja minta itupun dikeluarlah dan diberikanlah kepada saja seketika itu djuga.
Begitulah seterusnja, seluruh surat-menjurat Tan Malaka dengan HB PKI seketika lahirnja Putusan Prambanan itu, diserahkan kepada saja untuk dibatja/dipeladjari.
Sementara ini, pelarian dari Sumatera Barat, Rengat/Indragiri dan Djambi, mulai banjak pula jang lari ke Singapura, jakni sambil menunggu-nunggu petjahnja Revolusi, karena mereka semuanja, memanglah sudah jakin bahwa Revolusi mesti segera meletus, walaupun tanggal 18 Djuni 1926, jakni hari tanggal Revolusi menurut Putusan Prambanan sudah hampir dua minggu di liwati denan sunji-senjap.
Comments
Post a Comment