PKI 1923-1924.
Kegiatan-kegiatan saudara Semaun dalam memimpin gerakan dan organisasi Buruh, memang njata benar, tenaga pikirannja saudara Semaun, sebahagian besarnja ditjurahkan untuk aksi-aksi perbaikan nasib Buruh terutama ijalah golongan kaum Buruh Kereta Api; jang bersatu pada VSTP (Vereeniging Spoor & Tram Personel).
Ketika baru sadja memasuki tahun 1923 VSTP/Buruh Kereta Api sudah Nampak djelas, bahwa kemungkinan-kemungkinan untuk dimulainja pemogokan umum tak mungkin dapat ditahan-tahan lagi, walaupun saudara Semaun sendiri umpamanja hendak menghindari petjahnja pemogokan umum.
Mulai sedjak bulan Februari sudah dimulailah pemogokan VSTP jang langsung dalam pimpinan saudara Semaun sepenuhnja.
Memang gelagat kaum Buruh seluruhnja, sudah nampak pasti akan terdjadi beruntun-beruntun pemogokan-pemogokan baik VSTP, Postel, baikpun Pegadaian, Perkebunan, Perkapalan, dll. Tetapi alat Kapitalis/imperialis Hindia-Belanda lebih tjepat bertindak, jakni dengan kekuatan seldadunja dan pedang terhunus ditangkapnjalah pemimpin-pemimpin Buruh dan pemogok sendiri termasuk djuga saudara Semaun.
Tidak antara lama sesudahnja penangkapan pada bulan Februari-Maret 1923, maka saudara Semaun dikenakannjalah pula hak exorbitante rechten, jakni mengexterneer/membuang pula Semaun ke luar-negeri pada pertengahan tahun 1923.
Malahan tak lama antaranja, pemerintah Hindia-Belanda pun memaklumkanlah pula undang-undang baru ijalah jang disebut-sebut: UNDANG-UNDANG 161 BIS, jang melarang mogok, melarang mengandjurkan pemogokan-pemogokan, demonstrasi-demonstrasi dan kepada pelanggarnja akan dijatuhi hukuman sangat berat, ataukah dibuang ke luar-negeri, ke Kupang, dan sebagainja.
Disamping kesengsaraan hidup Rakjat, jang sudah demikian menderita diseluruh lapisan masjarakat Indonesia, baik Buruh, Tani, baik /Pedagang-Pedagang. Tukang-Tukang, dll, maka kekedjaman Pemerintah Hindia-Belanda dengan tindakan-tindakan militernja untuk memadamkan pemogokan-pemogokan/Massa Aksi lainnja, jang kemudian dikeluarkannja pula undang-undang jang 100% mengikat/merantai kaum Buruh untuk bertindak memperbaiki nasibnja ijalah undang-undang 161 bis jang terkenal itu, tetapi semuanja itu tak dapatlah melemahkan apalagi memadamkan semangat Revolusioner kaum Proletar Indonesia jang bergedjolak/berkobar-kobar itu.
Pemogokan-pemogokan dikalahkan dengan kekerasan sendjata, pemimpin-pemimpin Proletar/Buruh ditangkapi/dipendjarakan dan Semaun dibuang keluar-negeri, tetapi njatanja seluruh Massa organisasi, baik Buruh/Tani baikpun Sarekat Rakjat, dll terus-menerus bertambah madju/kuat.
Hanja sadja sesudah Tan Malaka dibuang pada Maret 1922, jang setahun dibelakangnja menjusul pula dengan pembuangan Semaun, maka dikalangan HB PKI dan pemimpin VSTP, Postel, Pertambangan, Perkebunan, dll memang terasa benar-benar kebesarannja Tan Malaka dan Semaun dalam putjuk pimpinan perdjuangan Proletar/Rakjat Murba Revolusioner Indonesia, walaupun tadi diatas saja menjatakan: patah tumbuh hilang berganti, tangkap satu ganti sepuluh, dan walaupun Ali Archam sendiri sudah terus-menerus giat/aktif memimpin PKI, Sarekat Rakjat, Sarekat Buruh, dll.
Memang dikalangan pemuda, baik pemuda intelek, baikpun pemuda-pemuda pimpinan Buruh, Tani, namanja Ali Archam sudah demikian harum/popular jang memang sesuai pula dengan ketjakapannja, kepandaiannja bitjara, tindak-tanduknja jang sopan-santuh dan remadja-muda belia/rupanja jang menarik simpatik pula.
Tetapi kawan-kawannja sekeliling Ali-Archam, jakni seperti Darsono, Budisutjitro, Sudibjo, Kadarusman, Mutalib, Sugono, Subakat, dll, buka sadja tak dapat mengatasi Ali Archam, walaun mereka semuanja djauh lebih berpengalaman/djauh lebih tua dari Ali Archam jang memang serba muda dalam segala hal, memang sangat membutuhkan pengendalinja, sedang pengendali besar, hanjalah Tan Malaka dan Semaun, jang keduanja ini sudah buru-buru disingkirkan musuh keluar negeri.
Hanja sadja, jang selalu disebut-sebut selalu dikenang-kenang oleh para pimpinan PKI dan jang selalu diharap-harapkan mereka ijalah utjapan perpisahan terakhir dari Tan Malaka pada 22 Maret 1922 di Semarang: “Djanganlah sedih/sudah, karena saja akan segera kembali”.
Sajapun mengataui benar-benar bahwa semangat-semangat putch/sabilullahistis/bakuninis djuga sering-sering bergelora/bersabung dalam djiwanja Ali Archam, walaupun Historis-Materialisme-Dialektika, Das Kapital, Manifesto Komunis, dll sudah matjam air jang mengalir deras dari mulutnja, jang seolah-olah semuanja ilmu itu, sudah utuh/apal dalam kepalanja.
Ali Archam tak sanggup/tak kuasa sama sekali untuk menggagalkan rentjana Ki Hadji Misbach, Komunis-Islamis itu sehingga berturut-turut lah terdjadi pembongkaran, pembakaran-pembakaran kebun tebu, pemboman G.G Foch di Solo, pada bulan Agustus di Solo, jang tak lama sesudahnja sabotase-sabotase, pembakaran-pembakaran kebun tebu, tembakau dan pemboman di Jogjakarta, maka saudara Hadji Misbach ditangkap, dibuang/dilemparkan ke Manokwari/Papua, ijalah Irian Barat, jang tak antara lama saudara Hadji Misbach wafat dan dikebumikan di Manokwari djuga.
Aksi-aksi sabotase, anarchistis ini, memang tjepat benar meluasnja dan mempengaruhi semangat/djiwanja golongan rakjat Tani/Rakjat umum jang bersaru didalam organisasi Sarekat Rakjat, jang umumnja Rakjat Tani muslimin itu, sudah dipenuhi semangat anti-Belanda, ingin perang sabil untuk mati sjahid, maka dengan sendirinja, meluaslah keluar djawa, jakni Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, dll, berkobarlah semangat anarchisme/sabilullahisme ini, terutama dalam kalangan kaum Tani kaum Muslimin jang sudah mendjadi anggota Sarekat Rakjat/SR.
Api Komunisme, jang memang sudah njala pula di Sumatera, terutama di kota ketjil Padang Pandjang, jang sudah sedjak tahun 1920-pun sudah mulai tumbuh gerakan-gerakan jang bernama Mirah-Merah, Sarekat Merah, Kaum Merah, dsbnja, maka tak mengherankan lagi kalau kota Padang Pandjang sudah disebut kota Merah di Sumatera.
Mulai sadja terdengar mulai disebut-sebut gerakan pemuda Thawalib/Student Islam di Padang Pandjang, sudah mempunjai Bapet-Merah/Cooperasi Thawalib Merah, adanja IDC/International Debating Club dan Sarekat Rakjat jang sudah meliputi seluruh Minangkabau/Sumatera Barat, maka Abdul Muis pun segera meninggalkan Djakarta/Djawa, dan sering-seringlah pula ke Padang Pandjang.
Abdul Muis jang merasa dirinja masih mendapat kepertjajaan Rakjat Minangkabau, ditjobanjalah djuga mengadakan rapat-rapat umum dan sebagai pertjobaan jang pertama kali diadakannjalah di Padang Pandjang pada bulan September 1923.
Rapat umum Abdul Muis ini, dikubrukkan, dikatjaukan oleh satu-dua orang PKI sadja, jang dengan terang-terangan Abdul Muis ditelandjangi bulat-bulat dalam rapat umum tersebut, walaupun usaha mengadakan rapat umum ini disokong oleh alim-ulama Besar di Minangkabau, seperti Hadji Abdul Achmad, Padang, dan Hadji Abdul Karim Amarullah alias Hadji Rasul di Padang Pandjang dan djuga mendapat sokongan beberapa ninik-mamak/datuk-datuk, penghulu-penghulu jang memang sudah djinak-djinak kepada Belanda.
Sesudahnja rapat umum Muis ini bubar/gagal, maka langsunglah Abdul Muis mengadakan pertemuan rahasia di Padang Pandjang jang djuga diikuti oleh Hadji Rasul/Hadji Abdul Karim Amarullah, ajah kandungnja Pundjangga Islam, Hadji Abdul Karim Amarullah/HAMKA.
Kira-kira djam lima petang, hari Djumat 2 November 1923, jang ketika itu kota Padang Pandjang seperti biasanja berselimut kabut awan, jang disertai pula hudjan gerimis rintik-rintik, maka datanglah Hadji Muhammad Noor/Kadi Landraad Padang Pandjang, membisikkan kepada saja begini: saja harap kepada Djamaluddin Tamim, supaja nanti antara djam 6.30-700 waktu maghrib, sudah berada disepandjang djalan raja gubuk Malintang, antara kantor AR/Asisten Resident.
Seketika itu djuga saja beritahu, adjak Natar Zainuddin dan Baharuddin Saleh untuk memenuhi peringatannja Hadji Mohammad Noor tadi.
Memang tepat benar seperti jang dibisikkan HM. Noor tadi, jakni kami lantas menjaksikan bersama bahwa Hadji Rasul jang bergandingan tangan satu pajung dengan St. Batuah Penghulu Besar PP terus menudju/masuk ke rumah AR Padang Pandjang
Pada besok paginja saja bersama Baharuddin, Natar Zainuddin, dll memberitahu dan memperkatakan kedjadian pertemuan rahasia antara H. Rasul, AR PP, dengan kawan-kawan Hadji Dt. Batuah dll di kota Lawas.
Bertepatan benar dengan hari minggu tanggal 11 November 1923, negeri kota Lawas-Pandai Sikat, diserbu oleh seldadu Belanda dengan bajonet terhunus dan ditangkapilah Hj Dt. Batuah bersama tudjuh orang murid-muridnja Hadji Dt. Batuah di desa kota Lawas.
Pada hari Jumat 16 November 1923, saja sudah menegaskan dalam lembaran Madjalah Pembangunan Islam dan Djago-Djago jang kami terbitkan di Padang Pandjang sekali dua hari, ijalah artikel saja jang berkepala: TUDUHAN DAN FITNAH, TENTOE! Jang diantaranja isinja artikel saja tersebut, saja seolah-olah sudah menegaskan/bukan membajangkan lagi, bahwa: alasan-alasannja tindakan militer terhadap Hadji Dt. Batuah dkk, pastilah berdasarkan laporan-laporan palsu jang sudah disusun oleh Hadji Rasul, Sjeh Djambek, R Abdullah Ahmad bersama-sama Abdul Muis, jang isinja laporan itu ijalah: Hadji Dt. Batuah dengan kawan-kawannja di kota Lawas-Pandai Sikat akan mengadakan pemberontakan……. Katanja!
Mengingat suasana umum, suasana Revolusioner di Indonesia sampai pada akhir 1923, maka bagi saja sendiri, terasalah ketika itu djuga, bahwa perpisahan dengan pemimpin besar Semaun dan Tan Malaka, memang sangat mengetjewakan, sangat membahajakan keutuhan, ketangkasan, kebenaran-kebenaran dan kelalaian, kekurangan-kekurangan kesanggupannja pemimpin PKI untuk bertindak dan menentukan taktik jang tepat ketika itu.
Sudah sedjak December 1923, pimpinan HB PKI di Semarang sudah membuat rentjana untuk mengadakan kongres PKI pada bulan Djuni 1924 di Djakarta dan akan memindahkan kedudukan PKI dari Semarang ke Djakarta, langsung sesudahnja Kongres Djuni 1924.
Pada bulan December 1923, Alimin-Musso selesai mendjalani hukuman selama empat tahun penuh, jakni sedjak December 1919-December 1923, sedangkan kedua-duanja langsung mendaftarkan diri/masuk mendjadi anggota PKI Seksi Djakarta-Raja.
Sesungguhnja kawan-kawan Semarang banjaklah jang menjatakan keberatan, ketjurigaannja tentang masuknja Alimin-Musso ke PKI karena semuanja kawan Semarangan sudah mengenal betul djiwanja Alimin-Musso jang anarchistis/sabilullahistis itu.
Lebih-lebih lagi melihat djiwanja Alimin jang begitu terikat dengan Pemimpin Besarnja di SI dulu, ijalah Hadji Umar Said Tjokroaminoto dan Hadji Agus Salim, Hoofd Jaksa Riau, jang mendapat bintang emas besar dari Koningen Wilhelmina.
Hanjalah Ali Archam dan Budisutjitro jang memandang dan berpendapat bahwa masuknja Alimin-Musso dan Sardjono ke PKI tiadalah mendjadi keberatan sesuatu apapun, karena Ali archam sendiri merasa jakin bahwa Alimin-Musso akan segera ditundukkannja disamping mendekati/mendampingi Alimin-Musso terus-menerus.
Sewaktu-waktu apabila Ali Archam-Musso berdebat agak sedikit lama, maka penutupnja, oleh Musso, ditangkap dan digandengnjalah Ali Archam, sambil mengutjap: “benar, kowe menang; dengan sambil terbahak-bahak.
Adapun kawan-kawan Semarang ijalah Budisutjitro/Sekjend PKI sudah sedjak December 1923 itu pulalah, mulai menerima surat-surat dari Canton jang isi dan menuju jang tersurat, surat tersebut hanjalah merupakan hubungan persahabatan biasa dan foja-foja sadja. Sedang Budisutjitro, Ali Archam, dll sudah dapat membatja jang tersiratnja dan sudah tahu pasti, bahwa surat itu adalah dari Tan Malaka.
Dalam pertemuan antara Budisutjitro dengan panitia Kongres dan kawan-kawan di Djakarta pada bulan December 1923, diputuskanlah supaja Budisutjitro dan Alimin berangkat ke Canton, untuk mendjemput bahan-bahan jang penting dikemukakan dalam Kongres Djuni 1924 di Djakarta.
Ketika baru sadja pertama kali bertemu muka di Canton, maka Tan Malaka dengan sambil-sambil tersenjum dan bergurau, langsung bertanja kepada Alimin, apakah benar-benar akan berpisah djalan dengan Salim-Tjokro?
Dalam pertemuan jang pertama kali antara Alimin dan Tan Malaka di Canton pada awal tahun 1924, adalah agak lama djuga pertemuan mereka itu, jakni kira-kira sebulan lebih sedikit.
Dalam perdjalanan pulang kembali ke Indonesia, Budisutjitro mengambil djalan lain, dengan tak mengepit sesuatu apapun, sedang Alimin mulai naik kapal dari Singapura menudju Pekan Baru adalah merupakan kuli kontrak sadja, karena Alimin perlu menjelamatkan dokumen penting jang dikepitnja, jang ditulis Tan Malaka dalam bahasa Belanda, ijalah bahan penting jang perlu dikemukakan pada Kongres Djuni 1924 di Djakarta.
Isi dokumen ini sudah diterdjemahkan kedalam bahasa Indonesia, jang dikemukakan oleh Sukendar, jakni atas nama Sukendar, jang seolah-olah semuanja dari Sukendar, sehingga diberi nama: PIDATO SUKENDAR dalam kongres PKI Djuni 1924 di Djakarta.
Memang dengan lantjar pemasukkan Alimin ke Sumatera Barat, jang menjamar sebagai kuli kontrak itu, maka selamatlah dokumentasi jang dikepit Alimin itu, dirumahnja saudara Abullah (anggota Dewan Nasional) di Pulau Karam 60 Padang pada 9 Maret 1924.
Kedatangan Alimin di Padang ketika itu dengan sengadja tiadalah diberitahukan kepada semua anggota PKI seksi Sumatera Barat, tetapi diberitahu oleh saudara Abdullah hanjalah saja, Narrid Perpatih, St. Said Ali dan Baso Bandaro pedagang besar di Pasar Gadang, Padang jang memang sudah sedjak lama, mendjadi tulang-punggung keuangan kami, untuk hidupnja DJAGO!DJAGO!,
PEMANDANGAN ISLAM, TORNADO, dll. Lain dari oti Baso Bandaro lah pula jang mengusahakan pengiriman dokumentasi ke Djakarta dengan segala selamatnja, sehingga Alimin dapat lenggang-kangkung kembali ke Djakarta dengan melalui djalan darat Djambi, Palembang, Lampung dan menjeberang ke Merak/Banten dengan aman-sentosa.
Pada awal April 1924, saja menjusul Alimin ke Djakarta untuk mengkongkritkan soal pertjetakan Merah di PP dengan HB PKI ijalah menemui sekjend HB PKI/Budisutjitro dan saudara Ali Archam. Pertemuan dengan kawan-kawan HB PKI memang agak sedikit sulit, karena semuanja heboh menjiapkan segala sesuatu untuk Kongres jang hanja dua bulan lagi harus dilaksanakannja, sedang saja sendiri datang ke Djakarta ketika itu adalah dengan tjara menjelundup pula karena saja sudah berada ditangan polisi/Djaksa sedjak September 1923, ijalah menghadapi lima persdelick dari Pemandangan Islam.
Dari itulah tjara saja menemui kawan-kawan Alimin, Musso, Ali Archam, dll di Djakarta dan begitu pula menemui kawan-kawan di Bandung adalah dengan tjara menjelundup dan tergopoh-gopoh sadja.
Ali Archam menarik saja supaja terus ke Semarang, untuk mengikuti perajaan 1 Mei disana, terpaksa saja tolak karena saja mesti segera kembali ke Sumatera Barat/PP sebelum saja ditangkap oleh Polisi Djakarta, dengan tuduhan baru ijalah memandang saja lari dari Sumatera Barat, memang polisi dan harian di Sumatera Barat pun sudah heboh mengatakan saja sudah lari sudah berada di Djakarta.
Pada pertengahan Mei 1924, saja sudah berada kembali di Padang Pandjang dan seksi PKI Sumatera Barat segera memutuskan ijalah mengutus Baharuddin Saleh dan A. Wahab mengikuti Kongres Djuni 1924 di Djakarta.
Kongres PKI Djuni 1924 di Djakarta, diantaranja memutuskan bahwa PKI bekerdja di Luar Road-road dan kedudukan HB PKI jang baru pindah ke Djakarta dengan anggota-anggota HB PKI jang baru, ijalah Sardjono, Voorzitter, Budisutjitro, Sekjend, Winanta, Keuangan, Alimin, Musso dan Ali Archam, Komisaris-Komisaris. Sebagai organ HB PKI jang baru di Djakarta diterbitkan: “NJALA”, jang didampingi oleh madjalah Doklek dalam bahasa Belanda, pimpinan Dahlan, sedang Seksi Priangan/Bandung mempunjai harian MATAHARI dan Sinar Hindia di Semarang diganti dengan nama API, pimpinan Subakat, di Surabaya Proletar pimpinan Musso, disamping Suara Tambang, Suara Postel, dll. Begitulah seterusnja sampai akhir 1924, boleh dikata seluruh Seksi PKI sebanjak 37 Seksi jang meliputi seluruh Indonesia, ketjuali Palembang, maka semuanja tentu mempunjai organ-organ baik berupa madjalah, baikpun harian-harian ketjil-besar dan sebagainja.
Dari situlah sampai akhir 1924, seolah-olah Indonesia sudah diselimuti Komunisme semata-mata, karena gerakan SI Tjokro-Salim sudah mundur teratur, merosot dimana-mana.
Tidak lama diantaranja, sesudah selesai Kongres PKI 1924 di Djakarta, maka datanglah, masuklah pula buku Tan Malaka: Naar de Republik Indonesia, dengan melalui penjelundupan jang maha-sulit djuga.
Suasana PKI 1924 boleh dikata agak tenang, tak Nampak begitu bergelora seperti setahun-dua tahun sebelumnja sehingga reaksi nampak kehilangan akal, kekuatan, jakni djelaslah imperialisme Belanda dengan alat-alat totok dan inlander-inlander alatnja, sangat tjuriga, tak enak makan, tak njenjak tidur dan nampak gelisah dimana-mana.
Tetapi dengan tidak disangka-sangka, rupanja Kang Wart di Bandung sudah mengadakan persiapan-persiapan baru, siasat baru, ijalah membentuk organisasi badjingan/pembunuh, jang dengan setjara langsung dan diam-diam Kang Wrak/Kegent Bandung Wiranatakusumah mempunjai Fonds besar ijalah untuk memberi hadiah-hadiah kepada badjingan-badjingan asal sadja dapat membunuh pemimpin-pemimpin PKI di Bandung, seperti Mohamad Sanusi, Ali Basjah, Winanta, Ahmad Basari, Ahmad Subrata, dll.
Organisasi badjingan ini diberi nama: SAREKAT HIDJAU dan memang Sarekat Hidjau inipun segera berakar di Sumatera Barat, Kalimantan, Sulawesi, seluruh Djawa, dll.
Tetapi Kang Wrak sangat ketjele dengan Sarekat Hidjaunja dan membuang uang djutaan, dengan tak hasil sama sekali karena badjingan-badjingan jang sudah menerima uang banjak itu sendiri, jang menjatakan kepada pemimpin PKI bahwa mereka disuruh membunuh si Anu, si Inu, sedang kami merasa bahwa kaum Komunis itu adalah membela kaum melarat.
Serikat Hidjau di Priangan/Bandung segera berhadapan dengan organisasi badjingan pula jang diberi nama: Angin-Ribut, sehingga anggota Serikat Hidjau itu, kebanjakannja pindah mendjadi anggota Angin-Ribut, badjingan tersebut tak pernah mendapat sokongan hidupnja satu senpun.
Pada 18 December 1924, diadakanlah Kongres PKI darurat/istimewa oleh HB PKI Sardjono-Ali Archam, Alimin-Musso khusus membitjarakan pembubaran Sarekat Rakjat dan memasukkan semuanja anggota Sarekat Rakjat kedalam PKI.
Seksi PKI Sumatera Barat diwakili oleh Hadji Mohamad Noor Ibrahim dan Idrus dan bagaimanakah usul-pendapatnja seksi PKI Sumatera Barat menghadapi pendapat HB PKI?
Saja sendiri memang tak dapat mengikutinja karena sudah berada didalam pendjara Tjipinang sedjak Agustus 1924, jakni mendjalani hukuman pendjara dua tahun dari pers-dellict jang pertama diantara lima pers-dellict saja dari Pemandangan Islam.
Hanja sadja kalau saja belum masuk pendjara dan masih dapat mengikuti Kongres PKI darurat di Djogjakarta pada 18 December 1924 itu maka dapatlah saja pastikan akan mendapat sokongan banjak untuk menentang putusan HB PKI jang sesat, jang ingin hendak membubarkan Sarekat Rakjat itu.
Selama dalam bulan November 1924 saja sudah mendengar djuga didalam kerangkeng blok-B Tjipinang bahwa kawan-kawan HB PKI sudah merentjanakan Kongres istimewa/darurat di kota Gede (Djogjakarta) jang akan mengambil keputusan ijalah membubarkan organisasi Sarekat Rakjat dan dengan setjara berangsur-angsur sesudahnja menamatkan khursus PKI tiga bulan, maka semuanja anggota SR tadi akan dimasukkan ke dalam PKI jakni mendjadi anggota PKI.
Saja langsung memperdebatkan/memperdiskusikan soal pembubaran SR dengan saudara-saudara Abdullah Muthalib, Sanusi dan Sumantri jang semuanja dari Bandung, Madjid dan K.H Abdul Wahab dari Sumatera Barat, jang hasilnja kami korban PKI jang berada di Tjipinang ketika itu sependapat jakni tidak dapat menjetudjui pendapat/inisiatif membubarkan Sarekat Rakjat tersebut.
Comments
Post a Comment