SEKITAR 18 DECEMBER 1926.
Memang semendjak tersiarnja berita provokasi dari Parket Hindia Belanda jang disiarkan oleh oleh Harian Times Singapura pada 3 December 1926, maka djelaslah bagi saja dimana seluruh kota dari luar kota Singapura sampai dalam kota sudah mendapat pengawasan/pengintipan keras, rapat sekali dari CID/PID Singapura jang sudah bekerdja sama dan langsung dengan mendatangkan rombongan Visboon/Kepala PID dari Djakarta, ijalah sebagai alasan jang utama dari siaran provokasi/palsu dalam harian Times 3 December 1926.
Tetapi sebagai hasil dari sedjak semula saja mendekat Pak Said jang mendjadi Bapak Angkat saja sedjak September 1926, ijalah sudah sedjak September 1926 itu saja sudah sering-sering dibawa oleh Pak Said sambil menundjukkan rumah tempatnja kepala CID Singapura, serta memberitahukan nama-nama mereka satu persatunja, jang Kepala bagian Geylang Serai, si anu, Tandjung Katung, si anu, Pasir Pandjang, si anu, Kampung Djawa, si anu, Kampung Bugis, si anu, Kampung Gelam, si anu, Tjina, Keling, India, Tamil, Sigh, Melayu, Djawa, dsb.
Dari itu kawan-kawan Adam, Darwis Batu, dll itu memang sudah sedjak September 1926 itu pula sudah saja beritakan. Kawan-kawan Adam, Darwis Batu, dll memangnja sudah lama pula mendjadi penduduk kota Singapura.
Sesudahnja saja membajar lunas, ongkos tjetak Massa Actie in Indonesia maka pada 10 December 1926, saja sudah dapat menerima lima ratus buku Massa Actie in Indonesia jang sudah selesai dengan kulitnja dan terus saja bawa ketempat saja, kerumahnja Pak Said, tetapi lainnja jang lima ratus lagi terpaksalah saja tjoba memberikannja ke Ki Fadlullah Suhaimy di Djedah street, jang pada 18 December 1926, mata-mata PID dan CID Vismeen sudah mulai melakukan penangkapan muka buku Massa Actie in Indonesia jang lima ratus buah di rumah Ki Fadlullah Suhaimy dapatlah dirampasnja.
Pada djam tudjuh pagi, hari sabtu 1 December 1926 agen CID sudah siap-sedia menjambut Alimin-Musso, jang pagi-pagi hari Sabtu 18 December 1926 itu. Kereta Api Bangkok masuk/tiba di stasion Tank Road Singapura, ijalah tepat dengan isinja telegram Alimin-Musso dari Bangkok kepada Hadji Saleh Suhadi, kawannja Alimin-Musso jang sudah mendjadi Golap/Spion CID Singapura itu.
Adapun Alimin dan Musso jang merasa dirinja bebas dimana-mana didunia ini adalah rata sadja bagi mereka sudah tentu sadja tak pernah mempunjai perasaan chawatir, tjuriga, jakni mereka tak dapat merasakan sama sekali bahwa kedatangannja/tibanja di Singapura itu sesungguhnja sudah berada ditangan CID/PID 100%, walaupun mereka belum menangkap, belum mendekati Alimin-Musso sama sekali setjara kulit-kulit/mengikuti seperti tjaranja kunjuk-kunjuk spion Belanda di Hindia-Belanda sama sekali tak ad adi djadjahan Inggris, dll.
Dari itu Alimin-Musso sangat merasa bebas sekali dan terus ke Geylang Serai, jang memang di pondok Geylang Serai hanja jang menunggui Machmud/Agam Putih serta istrinja sadja.
Baru sadja Alimin tiba di pondok Geylang Serai, Agam Putih sudah menjatakan kepada alimin-Musso, supaja dengan segera ke Djohor Lama sadja ke tempatnja Subakat, dll disana, karena pondok Geylang Serai ini sudah dirasa kurang/tidak aman lagi, sedjak beberapa bulan jang lalu.
Sesudahnja Alimin-Musso mendengarkan laporan Agam Putih tentang kawan-kawan jang datang dan pergi ke Geylang Serai, sedjak Alimin-Musso bertolak ke Moscow pada 15 Maret 1926 jang baru lalu, maka Alimin menanjakan tentang Tan Malaka dan Agam Putih menerangkan dengan sekedar jang ia ketahui, ijalah bahwa Tan Malaka djuga sudah berada di pondok ini, sedjak awal Mei 1926 dan sedjak satu-dua bulan lampau, sudah bertolak dari Singapura, entah ke Bangkok, entah ke Hongkong, entah ke Manilla? Saja tidak mengetahui jang pastinja. Demikianlah laporan Agam Putih.
Setelah menerima/mendengar laporan Agam Putih demikian maka Alimin-Musso segeralah berkemas-kemas untuk menudju Djohor Lama/Kota Tinggi jakni kurang lebih empat puluh kilometer dari Djohor Baru.
Kurang lebih antara satu djam, setibanja Alimin-Musso di Kota Tinggi Djohor Lama, pastilah Subakat sudah melihat tanda-tanda bahwa kedatangan Alimin-Musso pasti ada jang mengikutinja, jakni dari kalangan CID Singapura karena dilihat dari djarak djauh oleh Subakat, bahwa dua tiga orang berpakaian netjis/putih jang sering-sering melihat ke gubuknja Subakat ijalah gubuknja tukang-tukang pemotong getah, jang sedjak selama itu tidak pernah mendjadi perhatian siapa djuapun, walaupun Subakat dengan Abdul Rahman, Madjid Rauf, dll memang sudah hampir satu tahun mendjadi kuli memotong getah disana.
Kawan Subakat segera memberi tahu dan mengadjak Alimin-Musso supaja lari seketika itu, ijalah via kebon karet, menudju Djohor Baru, tetapi Alimin-Musso jang memang manusia-manusianja adalah pemberani/anarchis, tentu sadja menantang dan tak mau diadjak lari oleh Subakat, sambil mengeluarkan perkataan: “ah, kowe kok pengetjut benar??”.
Kawan Subakat terpaksa lari berangkat sendiri memasuki rimba karet dengan dibekali oleh Alimin sebanjak $300,-.
Kurang lebih antara satu djam pula, sesudahnja Subakat meninggalkan pondok kuli getah itu, maka datanglah serombongan CID dan PID Hindia-Belanda, jang dikepalai oleh Visboon jang semuanja terdiri dari lima buah sute sedang netjis mengkilat.
Baru sadja polisi CID dan PID masuk pondok kuli getah langsung memeriksa ke belakang dan sekeliling pondok itu ijalah mentjari Subakat dan Tan Malaka. Jang ditjarinja tidak ketemu, malah jang ditemukan adalah Alimin-Musso, dengan setjara hormat dan sopan mengadjak Alimin-Musso naik sedan mengkilat itu sambil menggerutu dan menjatakan terus terang dan menurut harapan mereka tadinja, pastilah pula akan dapat menangkap Tan Malaka, Subakat, dll didalam pondok jang didatangi Alimin-Musso ini.
Pada hari sabtu tangga 18 December 1926 itu djuga, Alimin-Musso terus ditahan dalam pendjara Singapura.
Mulai pada tanggal 18 December 1926 itulah pula saja mendesak kawan Tan Malaka supaja segera meninggalkan Singapura, karena pada hari itulah pula rumahnja Ki Abdullah Suhaimi sudah terus didjaga, sedang buku Massa Aksi jang lima ratus buku sudah diangkut oleh polisi CID dan pondok Geylang Serai sudah sudah mendapat pendjagaan CID jang rapat dan dekat sekali, tetapi kawan Tan Malaka masih mau menunggu sampai achir December jang menunggu gadjinja jang pertama-tama kalinja, karena memang Tan Malaka sendiri hanja mempunjai empat puluh dollar straits sadja.
Pada djam enam sore, hari minggu 19 December 1926, kami bertiga (Tan Malaka, Subakat dan saja/Djamaluddin Tamim) berkumpul, bertemulah di tepi pantai Tandjung Katung dengan mengambil keputusan supaja kawan-kawan Tan Malaka dan Subakat dengan segera meninggalkan Singapura dan supaja segera menudju Bangkok.
Pada besok paginja, Senin 20 December 1926, kawan Subakat bertolak dari Tank Road/station kereta api Singapura, menudju Penang, karena uang saja jang ada ketika itu hanjalah sekedar sampai ke Penang sadja.
Sesudahnja kira-kira seminggu kawan Tan Malaka di Penang baharulah saja dapat mengirim uang kembali lagi untuk ongkos menudju Bangkok/Siam.
Kebetulan sadja, kawan-kawan Tan Malaka-Subakat; berdjumpa kembali di Padang Besar, ijalah perbatasan Malaja-Siam, jang biasanja kereta api berhenti disana agak lama, sehingga kawan-kawan Tan Malaka dan Subakat bersama-samalah masuk kota Bangkok/Siam, jang memang bagi kawan Tan Malaka sendiri bukanlah soal baru, sedang bagi kawan Subakat adalah jang pertama-tama kalinja, perdjalanannja sampai sekian djauh.
Sebahagian ketjil dari segala sekitar penangkapan Alimin-Musso pada 18 December 1926 di Singapura jang berpokok-pangkal/disebabkan dari ketjerobohannja, kesembronoan ataukah kebodohannja Alimin-Musso jang bertubi-tubi mengirimkan telegram dari Shanghai, Canton, Hongkong dan Bangkok, jang dikiranja diterimanja pula oleh Hadji Soleh Suradi (kaki tangan CID) itu, maka djelaslah akibat-akibatnja ijalah kedatangan Alimin-Musso sudah diketahui CID dan sedjak adanja telegram pertama dari Shanghai, CID Singapura pun sudah mendapat petundjuk-petundjuk Alimin-Musso dan Hadji Saleh Suradi, semendjak bulan September 1926. Dari itu kami (Tan Malaka, Subakat dan saja) sudah bermusjawarat dan sependapat semuanja supaja kami berpisahan tempat dan semuanja kami bertiga segera pindah/meninggalkan pondok Geylang Serai sedjak achir September 1926, dan memanglah perhitungan kami bertiga itu, sudah sanga tepat dan djitu benar-benar.
Hanja sadja akibat djuga dari ketololan dan kesembronoan tjara-tjara Alimin-Musso berpikir dan berdjuang, ijalah perpisahan kami jang masih dalam lingkungan Singapura tadinja, terpaksalah mendjadi perpisahan-perpisahan tempat jang amat berdjauhan sekali, jakni kawan-kawan Subakat dan Tan Malaka terpaksalah meninggalkan pangkalan perdjuangan kami di Singapura, jakni sudah terpaksa menggeser diri ke Bangkok/Siam.
Sesungguhnja sampai pertengahan December 1926 tidaklah sedikit djumlahnja pelarian-pelarian PKI dari Djakarta, Bandung, Banten, Pekalongan, Djambi, Rengat, Sumatera Barat, dll. Sehingga berdjumlah lebih seratus orang banjaknja, jang semuanja itu dapat saja tamping djuga dan menjalurkan mereka supaja tjepat-tjepat mentjari pekerjaan apa sadja jang maksudnja bukanlah semata-mata untuk mendapatkan sumber hidup sadja, tetapi terutamanja ijalah bisa terdjauh/terputus dari perhatian CID. Kalau kawan-kawan dari Djawa jang memang umumnja sudah biasa hidup memburuh, maka kawan-kawan itupun segeralah saja mendapatkan tempat perlindungan, umumnja dapat saja titipkan ke asrama-asrama kelasi kapal, jakni antara sebula dua bulan paling lama, makan, tidur disana dapatlah lowongan untuk beladjar sebagai kelasi, djuru mudi, tukang masak, dsbnja.
Tetapi pemuda-pemuda pelarian dari Sumatera Barat umumnja tidak mempunjai vak ilmu perburuhan, tak mempunjai djiwa/semangat pula sama sekali untuk hidup memburuh, jakni kebanjakan mereka itu hanja tukang ilmu ghaib saja. Dari itu pemuda Sumatera Barat ini kebanjakannja saja tjarikan tempat di Djohor, Negeri Sembilan, Selangor, Pahang, Perak, dll jakni ulama-ulama Islam diseluruh Malaya jang sudah pernah saja hubungi, saja kenal baik sedjak Maret-April 1926, semuanja saja kirimi surat dan menitipkan satu dua pemuda dari Sumatera Barat ini kepada mereka. Umumnja Alim Ulama jang saja titipi pemuda-pemuda Islam inipun merasa gembira dan berterima kasih banjak kepada saja, karena umumnja daerah Malaja sangat kekurangan guru-guru agama Islam. Lain daripada itu, kaum Muslimin di Malaja pun sudah sedjak lama pula mengharapkan kedatangannja pemuda-pemuda tamatan Thawalib di Padang Pandjang.
Dari golongan pemuda-pemuda Thawalib dan Dinnijat jang semuanja katanja sudah masuk PKI sedjak tahun 1925, jakni berantara hanja enam tudjuh bulan sesudahnja saja meninggalkan Sumatera Barat, maka semuanja itu tak adalah saja perdjumpakan dengan kawan-kawan Subakat dan Tan Malaka ketjuali Abdul Rahman/Djamaluddin Ibrahim sendiri.
Dari golongan-golongan pemuda-pemuda Thawalib tetapi Arif Siregar dan Djalaluddin/Pekih Samik, sesudahnja beberapa hari sadja mereka di Singapura, jang lari ke Singapura dan Taluk Kuantan/Rengat pada 10 December 1926, maka saja perdjumpakan dengan Tan Malaka tiga kali, ditepi laut sadja karena Djalaluddin/Pekih Samik sudah menjatakan tegas/djelas kepada saja bahwa ia bersedia untuk masuk Sumatera Barat kembali walaupun ia sudah terang tersangkut dalam pembunuhan Sungai Tjintjin.
Kawan Djalaluddin bertolak dari Singapura menudju Padang Pandjang/Sumatera Barat kembali via Rengat, dengan mengepit buku Massa Actie in Indonesia, Gutji Wasiat, Naar de Republic Indonesia, dan sebuah dokumen penting ijalah Lokal Aksi dan Nasional Aksi ke II, sebagai sambungan Lokal dan Nasional Aksi ke I, jang dibawa tidur lelap sadja oleh Arif Fadillah bertjampur krupukdjengek/kerupuk kulit dan tapai di Tandjung itu.
Hanja sadja buku-buku dan surat-surat jang dikepit Djalaluddin ini terpaksanja dibawanja ke Taluk Kuantan karena ketika akan masuk ke Sumatera Barat pada 1 Djanuari 1927, pelarian sudah tambah banjak di Taluk Kuantan dari Sawah Lunto, Silungkang karena pada 1 Djanuari itu sudah petjah pula Revolusi made in Prambanan itu, tetapi Djalaluddin berkat kekerasan hatinja, iapun terus ke Sumatera Barat jakni menudju ke Padang Pandjang jang semata-mata menjampaikan pesan ke saja.
Comments
Post a Comment